Selasa, 17 Juni 2014

MAKALAH MEDIA DAN METODE PEMBELAJARAN IPS DI SD



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Dewasa ini media pendidikan memiliki peranan penting di dalam proses pembelajaran. Dunia pendidikan menuntut penggunaan media pendidikan dari yang sederhana sampai yang canggih. Dengan kata lain media itu tidak hanya sekedar sebagai alat bantu, melainkan dipandang sebagai komponen penting dalam pembelajaran.  Kegiatan pembelajaran dewasa ini telah banyak menggunakan multimedia dan mulai mengurangi penyampaian bahan pelajaran dengan cara ceramah. Lebih-lebih pada kegiatan pembelajaran yang menekankan keterampilan proses, maka peranan media menjadi sangat penting
.
Seiring dengan pesatnya perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) akan membawa perubahan yaitu bergesernya peranan guru termasuk guru IPS sebagai penyampai pesan/informai. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber informasi dalam pembelajaran karena siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber, misalnya buku literatur, TV, siaran radio, surat kabar, dan majalah, bahkan dari jaringan internet. Masalahnya sekarang apakah guru-guru IPS, termasuk Andat sudah memanfaatkan media sebagai sumber pembelajaran secara efektif?
Telah terjadinya pergeseran pola sistem mengajar yaitu dari guru yang mendominasi kelas menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran. Guru seharusnya berperan fasilitator belajar dari pada sebagai pengajar dan tidak merupakan satu-satunya sumber informasi. Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus menciptakan kondisi belajar yang aktif dan kreatif. Kegiatan pembelajaran harus menantang, menyenangkan, mendorong eksplorasi, memberi pengalaman sukses, dan mengembangkan kecakapan berfikir siswa (Dikti.:2005).
Pembelajaran yang berkualitas akan tercapai apabila guru menguasai teknik- teknik penyajian materi atau metode yang tepat (Roestiyah.NK. 1989;1). Metode atau pendekatan merupakan pelicin jalan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan metode dan pendekatan dalam proses pembelajaran yang dipilih guru merupakan salah satu cara meningkatkan kualitas pembelajaran.
Hal inilah yang melatarbelakangi kami untuk menulis tugas yang berjudul “MEDIA DAN METODE PEMBELAJARAN IPS DI SD”, sekaligus intuk memenuhi tugas kelompok kami.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah Pengertian Media Pembelajaran ?
2.      Apakah Fungsi Media Pembelajaran ?
3.      Apa Saja Jenis-Jenis Media Pembelajaran Berdasar Klasifikasinya ?
4.      Teknik Apakah Yang Digunakan Untuk Memilih Media Yang Tepat Dalam Pengajaran IPS Di SD ?
5.      Apakah Pengertian Metode Mengajar ?
6.      Apakah Kriteria Yang Menentukan Metode Mengajar ?
7.      Macam-Macam Metode/Pendekatan Pembejaran IPS SD ?

C.    TUJUAN
Adapun tujuan yang hendak kita capai dalam pembelajran “MEDIA DAN METODE PEMBELAJARAN IPS DI SD” ini kita dapat :
1)      Menjelaskan pengertian tentang media pembelajaran.
2)      Menjelaskan fungsi media dalam pengajaran IPS.
3)      Menyebutkan jenis-jenis media menurut klasifikasinya.
4)      Menjelaskan teknik memilih media dalam pengajaran IPS SD.
5)      Menjelaskan pengertian metode mengajar.
6)      Menjelaskan kriteria menentukan metode pembelajaran ips di SD.
7)      Menyebutkan macam-macam metode/pendekatan pembelajaran IPS di SD.
D.    MANFAAT
Adapun manfaat yang akan kita peroleh setelah kita mempelajari “MEDIA DAN METODE PEMBELAJARAN IPS DI SD” ini adalah :
1.    Pengertian media pembelajaran.
2.    Fungsi media pembelajaran.
3.    Jenis-jenis media pembelajaran berdasar klasifikasinya.
4.    Teknik memilih media yang tepat dalam pengajaran IPS di SD
5.    Pengertian metode mengajar.
6.    Kriteria menentukan metode mengajar.
7.     macam-macam metode/pendekatan pembejaran IPS SD.



BAB II
PEMBAHASAN

1.      MEDIA PEMBELAJARAN IPS DI SD

A.    Pengertian Media
Secara harafiah kata “media” berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak dari “medium” yang berarti perantara atau alat (sarana) untuk mencapai sesuatu.
 Assosistion for Education and Communication Technology (AECT) mendifinisikan media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi.
Sedangkan Education Assiciation (NEA) mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulaksikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat mempengaruhi efektifitas program instruksional.
Lebih jelas lagi Koyo K dan Zulkarimen Nst. (1983) mendefinisikan media sebagai berikut:  “Media adalah sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan seseorang sehingga dapat mendorong tercapainya proses belajar pada dirinya”.
Dari tiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa, sehingga dapat terjadi proses belajar pada dirinya. Penggunaan media secara efektif memungkinkan siswa dapat belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Selanjutnya Husein Achmad menyatakan bahwa media pendidikan pengertiannya identik dengan keperagaan. Pengertian keperagaan berasal dari kata “raga” yang berarti sesuatu benda yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan yang dapat diamati melalui indera kita. (Husein Achmad. 1981:102).
Oemar Hamalik menyatakan bahwa media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan  dan pengajaran di sekolah. (Oemar Hamalik. 1977:23).

Sedangkan media pengajaran (Kosasih Djahiri.1978/1979:66) adalah segala alat bantu yang dapat memperlancar keberhasilan mengajar. Alat bantu mengajar ini berfungsi membantu efisiensi pencapaian tujuan. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar, guru harus selalu menghubungkan alat bantu mengajar dengan kegiatan mengajarnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud media adalah alat atau sarana yang digunakan sebagai perantara (medium) untuk menyampaikan pesan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses komunikasi yang didalamnya ada unsur-unsur: sumber pesan (guru), penerima pesan (siswa), dan pesan yaitu materi pelajaran yang diambil dari kurikulum.
 Sumber pesan harus melakukan enconding, yaitu menerjemahkan gagasan, pikiran, perasaan atau pesannya ke dalam bentuk lambang tertentu. Lambang tersebut dapat berupa bahasa, tanda-tanda atau gambar. Dalam melakukan enconding, guru harus memperhatikan latar belakang pengalaman penerima pesan, agar pesan tersebut mudah diterima.
Di lain pihak penerima pesan harus melakukan decoding, yaitu menafsirkan lambang-lambang yang mengandung pesan. Apabila pesan/pengertian yang diterima oleh penerima pesan (siswa) sama atau mendekati sama dengan pesan/pengertian yang dimaksud oleh sumber pesan (guru), maka komunikasi dapat dikatakan efektif. Media dapat membantu guru menyalurkan pesan. Semakin baik medianya, makin kecil distorsi/gangguannya, makin baik pesan tersebut diterima siswa.

B.     Fungsi Media
Dalam rangka menciptakan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) serta mengembangkan keterampilan proses pada siswa, penggunaan berbagai macam media (multimedia) sangat membantu proses pembelajaran.
Pada hakikatnya proses pembelajaran adalah proses komunikasi, kegiatan di kelas merupakan tempat guru dan siswa melakukan tukar pikiran dan mengembangkan ide-idenya. Dalam berkomunikasi sering terjadi penyimpangan- penyimpangan sehingga komunikasi menjadi tidak efektif karena adanya kecenderungan verbalisme, ketidaksiapan, dan kurangnya minat siswa. Salah satu usaha mengatasinya adalah dengan menggunakan media secara terintegrasi dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan fungsi media dalam kegiatan pembelajaran disamping sebagai penyaji stimulus informasi dan sikap, juga untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Dalam hal-hal tertentu media juga berfungsi untuk mengatur langkah-langkah kemajuan serta memberikan umpan balik.
Dewasa ini media tidak lagi dipandang hanya sebagai alat bantu yang digunakan jika perlu atau sekedar selingan, melainkan dipandang sebagai komponen dari sistem instruksional. Oleh karena itu penggunaan media harus dirancang, disiapkan, dipilih dan disusun secara cermat sesuai dengan tujuan instruksional yang hendak dicapai. Sebagai salah satu komponen sistem, maka media ikut mempengaruhi bekerjanya komponen lain, dengan demikian ikut menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa media bukan lagi sekedar sebagai alat bantu, tetapi merupakan bagian integral dari sistem instruksional. Maka penggunaan media dalam proses pembelajaran mutlak diperlukan.
Penggunaan media dalam proses pembelajaran, menurut Basyaruddin Usman dan H. Asnawir (2002; 13-15) mempunyai nilai-nilai praktis sebagai berikut:
1.      Media dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa.
Pengalaman masing-masing individu sangat beragam, misalnya dua siswa yang berasal dari dua lingkungan keluarga dan masyarakat yang berbeda akan menentukan pengalaman yang berbeda pula. Media dapat mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut.
2.      Media dapat mengatasi ruang kelas Di dalam kelas banyak hal yang sulit untuk dialami langsung oleh siswa.
Misalnya obyek yang terlalu besar atau terlalu kecil, gerakan-gerakan yang terlalu cepat atau terlalu lambat, dan hal-hal yang terlalu komplek, semuanya dapat diperjelas dengan menggunakan media.
3.      Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan
Misalnya mengamati, mengidentifikasi gejala fisik/lingkungan dan masalah- masalah sosial di masyarakat.
4.      Media menghasilkan keseragaman pengamatan
Pengamatan yang dilakukan siswa secara bersama-sama dapat diarahkan kepada hal-hal yang penting sesuai tujuan yang ingin dicapai.
5.      Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
Penggunaan media gambar, film model, grafik, atau bahkan benda-aslinya dapat memberikan konsep yang benar.
6.      Media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru
Dengan menggunakan media, pengalaman anak semakin luas, persepsi semakin tajam, pemahaman konsep-konsep semakin lengkap. Dengan demikian menambah rasa ingin tahu siswa, selanjutnya dapat menimbulkan minat baru untuk belajar.
7.      Media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar.
Pemasangan gambar dengan warna yang menarik di papan tulis, mendengarkan siaran radio, pemutaran film, semuanya itu dapat menimbulkan rangsangan untuk belajar lebih lanjut.
8.      Media dapat memberikan pengalaman yang integral dari sesuatu yang konkrit sampai kepada sesuatu yang abstrak.
Pemutaran film tentang suatu benda atau peristiwa yang tidak dapat dilihat secara langsung oleh siswa akan memberikan gambaran secara konkrit tentang wujud, ukuran, dan lokasi. Selain itu juga dapat pula mengarahkan kepada generalisasi tentang arti kepercayaan dan kebudayaan.

Oleh karena itu penggunaan media dalam pembelajaran harus dipersiapkan secara matang. Sebelum menetapkan jenis media apa yang akan digunakan dalam proses pembelajarannya, sebaiknya seorang guru memperhatikan hal-hal penting tentang media pengajaran.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh guru sebelum menggunakan media pengajaran adalah sebagai berikut:
1)      Penggunaan media pengajaran hendaknya dipandang sebagai bagian yang manunggal (integrated) dengan proses atau sistem mengajar, bukan merupakan tambahan atau ekstra yang digunakan apabila waktu mengijinkan atau kalau waktu senggang saja. Sebab penggunaan media pengajaran diperuntukkan mencapai tujuan tertentu.
2)      Media pengajaran hendaknya dipandang sebagai sumber dari pada data. Hal ini sangat dibutuhkan dalam metode inkuiri, problem solving, dan diskusi.
3)      Dalam penggunaan media pengajaran guru hendaknya memahami benar hirarki (sequance) dari pada jenis alat dan kegunaannya. Sebab sebagaimana kita Phami siswa lebih mudah menghayati hal yang langsung dari pada hal yang tidak langsung, begitu pula lebih mudah memahami hal-hal yang konkrit dari pada hal- hal yang abstrak. Berdasarkan konkrit abstraknya gambar yang disajikan, kerucut Edgar Dale menggambarkan tingkat-tingkat pengalaman sebagai berikut:
a)      Pengalaman langsung bertujuan
b)      Pengalaman tiruan
c)      Pengalaman dramatisasi
d)     Demonstrasi
e)      Karyawisata
f)       Pameran
g)      Televise
h)      Gambar hidup atau film
i)        Rekaman, radio, gambar tetap / diam; gambar
j)        Lambang visual, seperti :bagan, grafik, peta
k)      Lambang kata¸ seperti : membaca, mendengarkan, bicara.
4)      Dalam penggunaan media pengajaran hendaknya diuji kegunaannya, sebelum, selama, dan sesudah penggunaannya. Artinya guru benar-benar memperhitungkan untung rugi dan kebaikan dari penggunaan atau memilih midia tersebut.
5)      Media pengajaran akan sangat efektif dan efisien penggunaannya apabila giorganisir secara sistematis, jadi jangan hanya asal menggunakan.
6)      Penggunaan multi media akan sangat menguntungkan dan akan memperlancar proses dan merangsang semangat belajar siswa. Dengan multi media akan mengurangi rasa bosan siswa dan membantu siswa memfungsikan aneka jenis inderanya, sehingga proses belajar siswa akan lebih mudah dan mantap. (Kosasih Djahiri. 1978/1979: 66-68).

C.    Macam-macam  Media dalam Pengajaran IPS
Menurut Oemar Hamalik (1985:63) ada 4 klasifkasi media pengajaran antara lain:
1.      Alat-alat visual yang dapat dilihat, misalnya filmstrip, transparansi, micro projection, gambar, ilustrasi, chart, grafik, poster, peta, dan globe.
2.      Alat-alat yang bersifat auditif atau hanya dapat didengar, misalnya transkripsi electris, radio, rekaman pada tape recorder.
3.      Alat-alat yang dapat dilihat dan didengar, misalnya, film, televisi, benda-benda tiga dimensi yang biasanya dipertunjukkan (model, bak pasir, peta elektris, koleksi diorama).
4.      Dramatisasi, bermain peran, sosiodrama, sandiwara boneka, dan sebagainya.
Disamping itu media pengajaran juga dapat digolongkan atas kategori- kategori:
1.      Berdasarkan atas penggunaannya, media pengajaran terdiri dari:
a.       Media yang tidak diproyeksikan (non-projected). Terdiri dari: papan tulis, gambar, peta, globe, foto, model (mock-up), sketsa, diagram, grafik.
b.      Media yang diproyeksikan (projected). Terdiri dari: slide, filmstrip, Overhead Proyector (OHP, Micro Projection).
2.      Berdasarkan atas gerakannya, media pengajaran terdiri dari:
a.       Media yang tidak bergerak (still). Terdiri dari: filmstrip, OHP, micro projector.
b.      Media yang bergerak (motion). Terdiri dari: film loop, TV, Vidio tape, dan sebagainya.
3.      Berdasarkan fungsinya:
a.       Visual media, media untuk dilihat seperti, gambar, foto, bagan, skema, grafik, film, slide.
b.      Audio media, yaitu media untuk didengarkan seperti: radio, piringan hitam, tape recorder.
c.       Hubungan a dan b: misalnya film bicara, TV, videotape.
d.      Print media: misalnya barang-barang cetak, buku, surat kabar, majalah, buletin.
e.       Dispay media, seperti: papan tulis, papan buletin, papan flannel.
f.       Pengalaman sebenarnya dan tiruan, misalnya praktikum, permainan, karyawisata, dramatisasi, simulasi.
D.    Jenis – Jenis Media Dalam Pengajaran IPS
Jenis-jenis media pengajaran yang dapat di siapkan dan dikembangkan dalam pengajaran IPS antara lain:
1.      Media yang tidak diproyeksikan
Jenis media ini tidak memerlukan proyektor (alat proyeksi) untuk melihatnya. media yang tidak diproyeksikan ini dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: gambar diam, bahan-bahan grafis, serta model dan realita (Mukminan. 2000 :91).
a.       Gambar diam ( still- picture)
Gambar diam adalah gambar fotografik atau menyerupai foto-grafik yang menggambarkan lokasi atau tempat, benda-benda serta obyek-obyek tertentu. Gambar diam yang paling banyak digunakan dalam pengajaran IPS adalah peta, gambar obyek-obyek tertentu, misalnya: gunung, pegunungan, lereng, lembah serta benda-benda bersejarah.
b.      Bahan-bahan grafis (graphic-materials)
Bahan-bahan grafis adalah bahan-bahan non fotografik dan bersifat dua dimensi yang dirancang terutama untuk mengkomunikasikan suatu pesan kepada siswa (audience). Bahan grafis ini umumnya memuat lambang- lambang verbal dan tanda- tanda visual secara simbolis. Bahan-bahan grafis ini terdiri dari: grafik, diagram, chart, sketsa, poster, kartun, dan komik.
c.       Model dan realita
Model adalah media yang menyerupai benda yang sebenarnya dan bersifat tiga dimensi. Jadi benda ini merupakan tiruan dari benda atau obyek sebenarnya yang sudah disederhanakan. Model seperti ini banyak dipakai di sekolah-sekolah dewasa ini, misalnya: model gunung berapi yang dibuat dari ( tanah liat, kertas atau semen ), tiruan tentang rumah, model candi, pabrik, model tiruan bumi (globe) dan sebagainya.
Realita adalah model dan benda yang sesungguhnya seperti: uang logam, tumbuh-tumbuhan, alat-alat, binatang yang pada umumnya tidak dianggap sebagai visual, karena istilah visual mengandung makna representatif (mewakili suatu benda/obyek dan bukan benda itu sendiri).
2.      Media visual yang diproyeksikan
Media visual yang diproyeksikan adalah jenis media yang terdiri dari dua macam yaitu:
a.      Media proyeksi yang tidak bergerak:
1)      Slide : Slide adalah gambar atau “image” transparant yang diberi bingkai yang diproyeksikan dengan cahaya melalui sebuah proyektor.
2)      Film strip (film rangkai) : Pada dasarnya film stip ini sama dengan slide. Perbedaan yang prinsip: kalau slide menyajikan gambarnya secara terpisah atau satu persatu, sedang film strip gambar-gambar itu tidak terpisah tetapi sudah tersusun  secara teratur berdasarkan sequencenya.
3)      Overhead Projector (OHP) : OHP adalah alat yang dirancang untuk menayangkan bahan yang berbentuk lembaran trasparansi berisi tulisan, diagram, atau gambar dan diproyeksikan ke layar yang terletak di belakang operatornya.
4)      Opaque : Media ini disebut demikian karena yang diproyeksikan bukan transparansi, tetapi bahan-bahan sebenarnya, baik benda-benda datar atau tiga dimensi, seperti mata uang dan model-model.
5)      Micro Projection : Berguna untuk memproyeksikan benda-benda yang terlalu kecil (yang biasanya diamati dengan microscope), sehingga dapat diamati secara jelas oleh seluruh siswa.
b.      Media Proyeksi yang Bergerak :
1)      Film : Sebagai media pengajaran film sangat bagus untuk menerangkan suatu proses, gerakan, perubahan, atau pengulangan berbagai peristiwa masa lampau.
2)      Film Loop (Loop-film) : Media ini berbentuk serangkaian film ukuran 8 mm atau 16 mm yang ujung-ujungnya saling bersambungan, sehingga dapat berputar terus berulang-ulang selama tidak dimatikan. Karena tanpa suara (silent) maka guru harus memberi narasi (komentar) sendiri, sementara film terus berputar.
3)      Televisi : Sebagai suatu media pendidikan, TV mempunyai beberapa kelebihan antara lain: menarik, up to date, dan selalu siap diterima oleh anak-anak karena dapat merupakan bagian dari kehidupan luar sekolah mereka. Sifatnya langsung dan nyata.
4)      Video Tape Recorder (VTR).
3.      Media Audio
Media audio adalah berbagai bentuk atau cara perekaman dan transmisi suara (manusia dan suara lainnya) untuk kepentingan tujuan pembelajaran. Yang termasuk media audio adalah:
a.      Radio Pendidikan.
Media ini dianggap penting dalam dunia pendidikan, sebab dapat berguna bagi semua tingkat pendidikan. Melalui radio, orang dapat menyampaikan ide-ide baru, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dalam dunia pendidikan.
Dibanding media yang lain, radio mempunyai kelebihan-kelebihan, diantaranya: daya jangkauannya cukup luas, dalam waktu singkat, radio dapat menjangkau audience yang sangat besar jumlahnya, dan berjauhan lokasinya. Tetapi karena sifat komunikasinya hanya satu arah menyebabkan hasilnya sulit untuk dikontrol.
b.      Rekaman Pendidikan.
Melalui rekaman (recording), dapat direkam kejadian-kejadian penting, seperti: pidato, ceramah, hasil wawancara, diskusi, dan sebagainya. Selain itu juga dapat digunakan untuk merekam suara-suara tertentu, seperti: nyanyian, musik, suara orang atau suara binatang tertentu yang tidak mungkin didengar langsung di ruangan kelas. Kelebihan rekaman ini adalah “play-back” dapat dilakukan sewaktu-waktu dan berulang-ulang, sehingga bagi guru mudah melakukan kontrol.
4.      Sistem Multi Media.
Sistem multi media adalah kombinasi dari media dasar audio visual dan visual yang dipergunakan untuk tujuan pembelajaran. Jadi penggunaan secara kombinasi dua atau lebih media pengajaran, dikenal dengan sistem multi media.
E.     Teknik Pemilihan Media Dalam Pengajaran IPS.
John Jarolimek mengemukakan hal-hal yang hendaknya diperhatikan oleh guru dalam menentukan pemilihan media, yaitu:
1)      Tujuan instruksional yang akan dicapai,
2)      Tingkat usia dan kematangan anak,
3)      Kemampuan baca anak,
4)      Tingkat kesulitan dan jenis konsep pelajaran,
5)      Keadaan/latar belakang pengetahuan atau pengalaman anak.
John U. Michaels menambahkan, jenis ragam media, jangan sampai membingungkan atau berlebihan bagi anak. Sedangkan A. Kosasih Djahiri dalam bukunya “Studi Sosial/IPS” menambahkan lagi beberapa kriteria lain, yaitu:
1)      Keadaan dan kemampuan ekonomi guru, sekolah, siswa, serta masyarakat.
2)      Keadaan dan kemampuan guru dalam menggunakan media.
3)      Tingkat kemanfaatannya dari pada alat tersebut dengan membandingkan satu dengan lainnya). (A. Kosasih Djahiri. 1978/1979:68). Menurut M Basyiruddin Usman dan H. Asnawir (2002), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain: tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, ketepatgunaan, kondisi siswa, ketersediaan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), mutu teknis, dan biaya.
Oleh karena itu beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam memilih media, antara lain:
1.      Media yang dipilih hendaknya selaras dan menunjang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2.      Aspek materi, merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media. Sesuai tidaknya antara materi dengan media yang digunakan akan berdampak pada hasil pembelajaran.
3.      Kondisi siswa, dari segi subyek belajar, guru harus memperhatikan betul-betul tentang kondisi siswa dalam memilih media. Misalnya faktor umur, intelegensi, latar belakang pendidikan, budaya, dan lingkungan anak menjadi titik perhtian dan pertimbangan dalam memilih media.
4.      Ketersediaan media di sekolah atau memungkinkan bagi guru untuk mendesain sendiri media yang akan dipergunakan, merupaka hal yang perlu dipertimbangkan oleh guru.
5.      Media yang dipilih hendaknya dapat menjelaskan apa yang akan disampaikan kepada siswa secara tepat, dalam arti tujuan yang ditetapkan dapat tercapai secara optimal.
6.      Biaya yang akan dikeluarkan dalam pemanfaatan media harus seimbang dengan hasil yang akan dicapai. Media sederhana mungkin akan lebih menguntungkan dari pada menggunakan media canggih tetapi hasil yang dicapai tidak sebanding dengan dana yang dikeluarkan.

2.      METODE PENGAJARAN IPS.
A.    Pengetian Metode Mengajar
Kata metode berasal dari bahasa latin yaitu “methodo” yang berarti “jalan”. Dengan demikian metode bersangkut paut dengan pemilihan jalan, arah atau pola dalam berbuat sesuatu untuk mencapai sesuatu tujuan. Sedangkan mengajar dapat diartikan sebagai suatu proses membawa anak didik dari suatu tingkat kecakapan tertentu ke tingkat kecakapan yang menjadi tujuan pendidikan.
Sehubungan dengan hal tersebut Winarno Surachmad (1976:76), menyatakan bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan mengajar diartikan sebagai penciptaan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar (T. Raka Joni. 1980:1).
Dengan demikian metode mengajar adalah metode yang dipergunakan oleh seorang pengajar untuk membawa anak didiknya ke tujuan pengajarannya (E. Kusmana. 1974:1).
Lebih jelas lagi ditegaskan oleh Winarno Surachmad (1961), bahwa metode mengajar adalah cara-cara pelaksanaan proses belajar mengajar, atau bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid di sekolah.
Jadi, metode adalah cara yang dianggap efisien yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan suatu mata pelajaran tertentu kepada siswa, agar tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam proses kegiatan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif.
Makin tepat metodenya diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan tersebut. Tujuan adalah pedoman yang memberi petunjuk akan dibawa ke arah mana kegiatan pembelajaran tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut seorang guru dituntut untuk menguasai macam-macam metode mengajar sehingga dapat menentukan metode apa yang paling tepat digunakan dalam proses pembelajarannya, sehingga kecakapan dan pengetahuan yang diberikan oleh guru betul-betul menjadi milik siswa. Menurut Ida Badariyah Almatsir ada beberapa faktor yang ikut berperan dalam menentukan efektif tidaknya suatu metode mengajar.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 
1. Tujuan pengajaran.
2. Bahan pengajaran.
3. Siswa yang belajar
4. Kemampuan guru yang mengajar
5. Besarnya jumlah siswa.
6. Alokasi waktu yang tersedia.
7. Fasilitas yang tersedia.
8. Media dan sumber
9. Situasi pada suatu saat.
10. Sistem evaluasi.
Begitu juga Winarno Surahmad (1990:97) mengatakan, bahwa pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1)      Anak Didik : Di dalam kelas guru akan menghadapi siswanya yang mempunyai perbedaan- perbedaan; jenis kelamin, latar belakang kehidupan, status sosial, kecerdasan, kreatifitas, dan perilakunya. Perbedaan individual siswa tersebut akan mempengaruhi guru untuk memilih dan menentukan metode mana yang cocok, untuk mencapai lingkungan belajar yang aktif dan kreatif, sehingga tujuan pembelajaran tercapai susuai yang direncanakan.
2)      Tujuan : Perumusan tujuan sangat berpengaruh terhadap kemampuan  siswa, proses pembelajaran, dan pemilihan metode. Metode yang dipilih guru harus sesuai dengan taraf kemampuan siswa, artinya metode harus tunduk terhadap tujuan.
3)      Situasi : Situasi kegiatan pembelajaran yang diciptakan guru dari hari ke hari tidak selalu sama. Dalam hal ini guru tentu memilih metode mengajar yang sesuai dengan yang diciptakan. Misalnya, sesuai dengan sifat bahan dan tujuan yang akan dicapai, maka guru menciptakan lingkungan belajar secara kelompok. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok diberi tugas untuk memecahkan suatu masalah.
4)      Fasilitator : Merupakan kelengkapan yang menunjang proses pembelajaran. Lengkap tidaknya fasilitas akan menentukan pemilihan metode mengajar.
5)      Guru : Latar belakang pendidikan dan kemampuan guru akan mempengaruhi kompetensi. Kurangnya kemampuan terhadap berbagai metode akan menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode, apalagi belum mempunyai pengalaman mengajar yang memadai. Oleh karena itu dapatlah dipahami bahwa kepribadian, latar belakang pendidikan, dan pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.
B.     Kriteria Menentukan Metode Pembelajaran
Menurut Cheppy HC (tt;80) ada empat kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan metode, antara lain:
1)      Tujuan : Tujuan merupakan landasan utama untuk menentukan metode sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
2)      Kebutuhan dan minat anak : Kebutuhan individu itu berbeda-beda, misalnya beberapa anak memerlukan pengalaman tertentu, sedang yang lain memerlukan aktivitas tertentu pula. Sebagai guru harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak untuk menentukan rencana kegiatan pembelajaran.
3)      Cara Penampilan Guru : Kepribadian guru dapat dilihat melaluai penampilannya waktu mengajar. Dalam beberapa hal ia telah mengembangkan cara mengajar yang mengesankan, di lain pihak ia memang pandai memilih metode yang tepat, sehingga kegiatan pembelajaran menyenangkan.
Peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar akan tampak dalam metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran. Maka dari itu metode mengajar merupakan hal yang dominan, karena meskipun materi cukup, alat-alat memenuhi syarat, kalau faktor penggunaan metode kurang tepat, maka hasil pembelajarannya akan rendah. Menurut Husein Akhmad, dkk (1981;58) seorang guru IPS dalam memilih metode hendaknya memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Pengajar (guru)
Seorang guru dalam memilih metode hendaknya mempertimbangkan: pengetahuan yang dikuasai, pengalaman mengajar, dan personalitas yang dimiliki. Personalitas yang cocok dengan siswa akan mendorong kegiatan belajar, karena terbinanya sarana komunikasi yang efektif.
2.      Siswa
Cara-cara yang dipilih guru hendaknya memperhitungkan lingkungan siswa dari mana ia berasal, tingkat intelektual dan latar belakang siswa, pengalaman praktik siswa serta lingkungan dan budaya siswa.
3.      Tujuan yang akan dicapai
Tujuan yang akan dicapai merupakan pedoman bagi guru dalam memilih bahan yang akan disajikan dan memikirkan metode apa yang paling efektif.
4.      Materi/bahan
Materi itu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, karenanya menuntut cara mengajar yang serasi dengan materi tersebut. Metode untuk materi yang bersifat abstrak akan berbeda dengan metode untuk materi yang bersifat konkrit.
5.      Waktu
Masalah waktu harus diperhatikan dalam memilih metode antara lain: waktu untuk persiapan, waktu yang tersedia untuk mengajar, waktu yang menunjukkan saat mengajar apakah mengajar pagi hari, siang hari atau sore hari.
6.      Fasilitas yang tersedia
Fasilitas yang tersedia akan menentukan seberapa jauh orang dapat leluasa dalam memilih metode pengajaran. Setelah guru menentukan metode yang tepat bagi suatu materi tertentu, hendaknya metode tersebut dijadikan sebagai alat untuk menyajikan bahan pelajaran dan sekaligus sebagai alat bantu siswa untuk mempermudah proses belajar mengajar.
C.    Macam-macam Metode/Pendekatan Pembelajaran IPS
Tuntutan dalam dunia pendidikan sekarang ini sudah berubah, proses pembelajaran tidak bisa lagi hanya sekedar menstransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Guru harus merubah paradikma tersebut dengan kegiatan pembelajaran yang aktif dan kreatif. Sehubungan dengan hal tersebut Anita Lie (2002:4-5), menyatakan bahwa guru harus menyusun dan melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan beberapa pokok pemikiran antara lain:
1)      Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa.
2)      Siswa membangun pengetahuannya secara aktif.
3)      Guru harus berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa.
4)      Pendidikan adalah interaksi pribadi di antara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa.
Berdasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru harus menciptakan proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa, sehingga dapat menemukan sendiri pengetahuanya. Untuk itu guru harus memfasilitasi dan menciptakan kondisi belajar siswa. Oleh karena itu guru harus merencanakan pembelajaran dengan menerapkan metode atau pendekatan pembelajaran yang aktif dan kreatif.
Dalam uraian berikut akan diberikan gambaran atau penjelasan singkat tentang metode/pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam pengajaran IPS antara lain:
1.      Contectual Teaching and Learning (CTL)
Pendekatan Contectual Teaching and Learning CTL, merupakan konsep belajar yang mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Hal ini akan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Jadi CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami makna dalam materi pelajaran yang mereka pelajari, kemudian  menghubungkan dengan kontek  kehidupan sehari-hari, yaitu kontek lingkungan pribadi, sosial, dan budayanya. Tugas guru adalah membantu siswa untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu guru harus merencanakan kegiatan pembelajaran yang aktif untuk menemukan pengetahuan atau konsep baru.
Karakterstik Pendekatan Pembelajaran CTL :
a)      Kerja sama.
b)      Menyenangkan.
c)      Pembelajaran terintegrasi.
d)     Menggunakan berbagai sumber.
e)      Siswa (aktif, kreatif, dan kritis), guru (harus kreatif).
f)       Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, misalnya peta, gambar, ceritera, puisi.
g)      Laporan kepada orang tua tidak hanya berupa rapor, tetapi dapat berupa hasil karya siswa, misalnya laporan / tugas, karangan.
Menurut Widyaiswara LPMP (2005), menyatakan bahwa guru dikatakan telah menerapkan pendekatan pembelajaran CTL apabila menempuh tujuh komponen, sebagai berikut:
a)      Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruk sendiri pengetahuannya.
b)      Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk emua topik/pokok bahasan.
c)      Mengembangkan sifat ingin ahu siswa dengan mengajukan pertanyaan.
d)     Menciptakan masyarakat belajar, misalnya belajar dalam kelompok- kelompok.
e)      Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f)       Melakukan refleksi di akhir pertemuan.
g)      Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara dan seobyektif mungkin.
Unsur-unsur yang terkandung didalam  CTL adalah :
                                   I.            Konstruktivisme (constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir CTL bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui kontek yang terbatas (sempit) dan scara tiba-tiba. Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep, atau akidah yang siap diambil, melainkan manusia harus mengkontruksi pengetahuan tersebut dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
                                II.            Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan inti dari CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil dari mengingat seperangkat fakta, konsep, dan kaidah, melainkan hasil dari menemukan sendiri. Maka guru harus merancang kegiatn pembelajaran yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun materi/pokok bahasannya. Adapun langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut:merumuskan masalah;melakukan observasi atau pengamatan;menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan lain-lain, dan;mengkomunikasikan hasil karya kepada pembaca, teman sekelas, atau guru.
                             III.            Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL. Bagi siswa, bertanya merupakan hal penting dalam pembelajaran berbasis inkuiri, yaitu untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
                             IV.            Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar dapat terjadi jika ada proses komunikasi dua arah atau lebih. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh temannya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.
                                V.            Pemodelan (Modeling)
Dalam pembelajaran, guru bukan satu-satunya model, dapat juga model didatangkan dari luar, misalnya tokoh masyarakat, petugas kesehatan, pemadam kebakaran, polisi lalu lintas. Model dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara sederhana memadamkan kebakaran, dan sebagainya.
                             VI.            Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari, atau berpikir tentang apa yang telah dilakukan di masa yang lalu. Pengetahuan bermakna diperoleh dari proses pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas melalui kontek pembelajaran, dan kemudian diperluas lagi sedikit demi sedikit melalui pengalamannya.
                          VII.            Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian autentik adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberi gambaran perkembangan belajar siswa. Perkembangan siswa perlu diketahui karena untuk memastikan apakah siswa telah mengalami proses pembelajaran dengan benar? Hambatan-hambatan apa yang dihadapi siswa?
Hal yang dapat digunakan untuk penilaian, antara lain; laporan, pekerjaan rumah, kuis, karya siswa, presentasi, demonstrasi, karya tulis, dan hasil tes tulis.
2.      Cooperative Learning
Cooperative Learning, atau sering disebut dengan kooperasi, adalah suatu pendekatan pembelajaran yang berisi serangkaian aktivitas yang diorganisasikan, pembelajaran tersebut difokuskan pada pertukaran informasi terstruktur antar siswa dalam kelompok yang bersifat sosial dan pembelajar bertanggungjawab atas tugasnya masing-masing.
Falsafah yang mendasari model pembelajaran Cooperative Learning bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, tanpa kerja sama kehidupan manusia akan terganggu, karena manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang lain.
Ada lima prinsip untuk mencapai hasil maksimal dari pembelajaran dengan model cooperative learning yang harus dikembangkan, antara lain:
a.      Saling ketergantungan
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk mencapai kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga semua anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya masing- masing.
b.      Tanggungjawab perseorangan
Tanggung jawab perseorangan merupakan prinsip yang mempunyai keterkaitan erat dengan prinsip saling ketergantungan positif. Siswa harus mempunyai komitmen yang kuat untuk menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya, ia harus mempertanggungjawabkan aktivitasnya, sehingga tidak mengganggu kinerja tim.
c.       Tatap muka
Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota, karena hasil pemikiran kelompok akan lebih baik dari pada hasil pemikiran satu anggota saja. Sinergi antar anggota ini akan meningkatkan sikap menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-maasing anggota.
d.      Komunikasi antar anggota
Siswa harus dibekali berbagai keterampilan berkomunikasi, karena tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengemukakan pendapatnya.
e.       Evaluasi proses kelompok.
Untuk kepentingan evaluasi, guru harus menyediakan waktu khusus untuk mengevaluasi kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya dalam bekerja sama dapat lebih efektif. Evaluasi tidak harus diadakan setiap waktu ada kerja kelompok, melainkan dapat diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning.
Teknik-teknik Pembelajaran Cooprarative Learning
a.      Teknik Mencari Pasangan
Teknik ini digunakan untuk memahami suatu konsep atau informasi tertentu yang harus ditemukan siswa. Keunggulannya adalah siswa dapat mencari pasangan sambil belajar menggali satu konsep atau tema dalam suasana ya ng menyenangkan. Teknik ini dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak. Adapun caranya guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik tertentu, setiap siswa mendapat satu kartu. Kemudian setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
b.      Bertukar Pasangan
Teknik ini dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain. Teknik ini juga dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Caranya adalah, guru memberi tugas kepada siswa untuk dikerjakan dengan pasangannya dalam (kelompok), setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan pasangan lain untuk berdiskusi untuk mengukuhkan jawaban. Temuan baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
c.       Berpikir Berpasangan Berempat
Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan siswa lain. Keunggulannya adalah optimalisasi partisipasi siswa, karena setiap siswa dapat tampil beberapa kali untuk dikenali dan menunjukkan partisipasinya kepada siswa lain. Teknik ini juga dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Caranya adalah, guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok. Setiap siswa mengerjakan tugas secara sendiri-sendiri, kemudian bergabung dengan rekan lain dari anggota kelompoknya untuk berdiskusi. Setelah selesai, kedua pasangan bergabung kembali dengan kelompoknya. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada anggota kelompok berempat.
d.      Keliling Kelompok
Teknik ini dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Dalam kegiatan keliling kelompok, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusinya dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lainnya. Caranya adalah, salah satu siswa dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya tentang tugas yang sedang mereka kerjakan. Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya, demikian seterusnya, giliran berbicara dapat diatur menurut arah jarum jam atau dari kiri kekanan atau sebaliknya.
e.       Jigsaw
Teknik ini dapat digunakan untuk kegiatan pembelajaran membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Guru memperhatikan skemata atau latar belakang siswa dan membantu mengaktifkan siswa agar pembelajaran menjadi lebih bermakna. Siswa saling bekerja sama dan saling membantu, mereka mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Teknik ini dapat diterapkan untuk semua kelas/tingkatan dan cocok untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Matematika, dan Agama.
Adapun caranya adalah:
Ø  Guru membagi bahan /materi menjadi empat bagian.
Ø  Guru sebelum membagikan tugas kepada kelompok, hendaknya menanyakan apakah siswa sudah mengenal/ mengetahui tentang topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa dalam menghadapai bahan/materi baru.
Ø  Siswa dibagi dalam kelompok berempat.
Ø  Bagian materi pertama diberikan kepada siswa pertama, bagian kedua diberikan kepada siswa kedua, dan seterusnya.
Ø  Siswa disuruh membaca dan mengerjakan bagian masing-masing.
3.      Metode Karyawisata
Suryobroto(1986:51) memberi batasan karyawisata sebagai kegiatan belajar mengajar dengan mengunjungi obyek yang sebenarnya yang ada hubungannya dengan pelajaran tertentu.
Sedangkan menurut Nursid Sumaatmadja (1980:113), menyatakan bahwa karyawisata adalah suatu kunjungan ke obyek tertentu di luar lingkungan sekolah, di bawah bimbingan guru IPS, yang bertujuan untuk mencapai tujuan instruksional tertentu.
Sehubungan dengan hal tersebut metode karyawisata dapat dilaksanakan dengan mengadakan perjalanan dan kunjungan yang hanya beberapa jam saja ke tempat atau daerah yang tidak begitu jauh dari sekolah, asalkan maksudnya memenuhi tujuan instruksional IPS.
Seorang guru dapat menerapkan metode karyawisata dengan terarah dan sesuai dengan tujuan instruksinalnya, apabila guru memperhatikan hal-hal seperti tersebut dibawah ini:
a.      Mengetahui hakikat metode karyawisata.
b.      Mengetahui kelebihan dan kelemahan metode karyawisata.
c.       Mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum pelaksanaannya.
d.      Mempunyai keterampilan memilih pokok-pokok bahasan yang cocok dikembangkan dengan metode karyawisata.
Selain itu guru juga harus memperhatikan keadaan siswa yang akan terlibat dalam proses belajar mengajar, bahwa:
a.       Siswa memiliki dorongan minat dan perhatian terhadap apa yang sedang dipelajari (sense of interest ).
b.      Siswa memiliki dorongan untuk melihat kenyataan (sense of reality ).
c.       Siswa memiliki dorongan untuk menemukan sendiri hal-hal yang menarik perhatiannya ( sense of discovery ).
Ketiga hakikat naluriah yang ada pada diri siswa tersebut di atas harus mandapat perhatian guru, untuk selanjutnya dibina dan dikembangkan pada pengajaran IPS.
Selanjutnya melalui proses berikutnya siswa akan mampu menemukan sendiri gejala-gejala dan masalah-masalah yang menjadi pokok bahasan di kelas pada kenyataan praktisnya di masyarakat atau di lapangan. Proses pengembangan dan pemantapan sense of discovery inilah yang akan membantu siswa menjadi seorang peneliti. a. Fungsi Metode Karyawisata
1.      Mendekatkan dunia sekolah dengan kenyataan.
2.      Mempelajari suatu konsep atau teori dengan kenyataan dan sebaliknya.
3.      Membekali pengalaman riil pada siswa.
b.      Langkah-langkah Metode Karyawisata
Untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan metode karyawisata, tahap-tahap pelaksanaannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1)      Tahap persiapan Meliputi persiapan materi atau topik karyawisata, persiapan teoritis, persiapan perlengkapan, dan aspek-aspek lain yang menunjang pelaksanaan karyawisata.
2)      Tahap pelaksanaan karyawisata di lapangan Jika tahap persiapan telah matang dan terperinci, maka tahap pelaksanaan akan berjalan lancar. Tahap pelaksanaan ini secara ketat harus tetap berlandaskan pada perencanaan, misalnya rencana dan tujuannya.
3)      Tindak lanjutnya pelaksanaan karyawisata (setelah kembali ke tempat) Kegiatannya meliputi penyusunan dan membuat laporan hasil karyawisata.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Karyawisata
Kelebihan Metode Karyawisata
                                               i.      Siswa dapat mengamati obyek secara nyata dan bervariasi, seperti peninggalan sejarah, pasar, pantai, pabrik, kalurahan, kecamatan.
                                             ii.      Siswa dapat menjawab dan memecahkan masalah-masalah dengan cara melihat, mencoba, dan membuktikan secara langsung suatu obyek yang dipelajari.
                                           iii.      Siswa dapat pula mendapatkan informasi langsung dari nara sumber ataupun dapat penjelasan langsung dari manajer pabrik.
Kelemahan Metode Karyawisata
                                         i.            Jika terlalu sering dilaksanakan akan mengganggu rencana pelajaran.
                                       ii.            Perlu pengawasan dan bimbingan guru.
                                     iii.            Jika obyek yang akan dikunjungi terlalu jauh letaknya, menyulitkan transportasi dan pembiayaan.
                                     iv.            Jika pelaksanaan karyawisata terlalu kaku sifatnya, dapat menurunkan minat siswa terhadap karyawisata, sehingga tujuannya tidak tercapai.
4.      Metode Role Playing
Metode role playing tidak bisa lepas dari metode sosiodrama, sebab keduanya sama-sama dapat diterapkan dalam pengajaran IPS yang sukar dipisahkan satu sama lainnya. Role playing adalah salah satu bentuk permainan pendidikan yang dipakai untuk menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, nilai, dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berpikir orang lain (Husein Achmad. 1981:80).
Dengan demikian role playing adalah merupakan suatu teknik atau cara agar para guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan perasaan. Sedangkan sosiodrama berarti mendramatisasikan cara tingkah laku di dalam hubungan sosial (Winarno Surachmad. 1973:125). Atau cara mengungkapkan kehidupan dan hubungan sosial secara keseluruhannya pada sekelompok siswa.
Tujuan dan Manfaat Role Playing (menurut Shaftel)
                                              i.            Agar menghayati sesuatu kejadian atau hal yang sebenarnya dalam realita hidup.
                                            ii.            Agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya.
                                          iii.            Untuk mempertajam indera dan rasa siswa terhadap sesuatu.
                                          iv.            Sebagai penyaluran/pelepasan ketegangan dan perasaan-perasaan. 5) Sebagai alat mendiagnosa keadaan kemampuan siswa.
                                            v.            Pembentukan konsep secara mandiri.
                                          vi.            Menggali peranan-peranan dari pada seseorang dalam suatu kehidupan kejadian/keadaan.
                                        vii.            Membina siswa dalam kemampuan memecahkan masalah, berfikir kritis, analisis, berkomunikasi, hidup dalam kelompok dan lain-lain.
                                      viii.            Melatih anak ke arah mengendalikan dan membaharui perasaannya, cara berfikirnya, dan perbuatannya.
Langkah-langkah Role Playing
1.Pemanasan (pengantar serta pembahasan ceritera dari guru).
2.Memilih siswa yang akan berperan.
3.Menyiapkan penonton yang akan mengobservasi.
4.Mengatur panggung/ruang
5.Permainan. 
6.Diskusi dan evaluasi. 
7.Permainan berikutnya.
8.Diskusi lebih lanjut.
9.Generalisasi.
Masalah-masalah sosial yang dapat dijajaki dengan metode Role Playing adalah sebagai berikut: (Max.H.Waney dalam Husein Achmad.1981:82)
a. Masalah pertentangan antar pribadi-pribadi.
1)      Mengungkap perasaan orang-orang yang bertentangan.
2)      Menentukan cara-cara pemecahannya.
b.   Masalah hubungan antar kelompok.
Mengungkap masalah hubungan antar suku, bangsa, kepercayaan.
c.    Masalah kemelut pribadi
Kemelut antara tekanan orang tua dan kemauannya, juga antara kelompoknya dengan kemauannya.
d.   Masalah masa lampau dan sekarang.
Hal ini meliputi situasi yang kritis di waktu lampau dan sekarang di mana para pejabat dan pemimpin politik menghadapi berbagai permasalahan dan harus mengambil keputusan.
5.      Metode Simulasi
Istilah simulasi berasal dari kata simulate yang berarti pura-pura, dan simulation yang berarti tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura. Menurut Soli Abimanyu (1980), bahwa simulasi adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura saja.
Dengan demikian simulasi itu dapat digunakan untuk melakukan proses- proses tingkah laku secara imitasi. Sebagai contohnya simulasi tentang seorang pemimpin yang otoriter, simulasi mengajar dan sebagainya.
Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperoleh pemahaman akan hakikat dari suatu konsep, prinsip atau  sesuatu keterampilan tertentu melalui proses kegiatan atau latihan dalam situasi tiruan. (B. Suryobroto,1986:63).
Tujuan Simulasi
Tujuan langsung maupun tujuan tidak langsung yang ingin diperoleh dari simulasi adalah: Menurut Sunaryo (198 :113-114) tujuan simulasi adalah:
                                          i.      Untuk melatih keterampilan tertentu, baik yang bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari.
                                        ii.      Untuk memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip.
                                      iii.      Untuk latihan memecahkan masalah.
Manfaat Metode Simulasi  
Menurut Nesbitt, permainan simulasi yang diselenggarakan dengan baik dapat merangsang timbulnya berbagai alur-pikiran yang dapat diteruskan dengan pengkajian-pengkajian lebih lanjut. Sehubungan dengan hal itu, maka keterampilan dan pengetahuan siswa yang dapat dikembangkan melalui simulasi antara lain:
1) Belajar tentang persaingan Persaingan dan ketegangan yang timbul dalam permainan simulasi disebabkan peserta harus mengatasi sejumlah rintangan yang sengaja dirancang untuk permainan ini. Hal inilah yang dapat membangkitkan rasa asyik para pemain.
2) Belajar kerjasama Pada umumnya permainan pendidikan dirancang untuk memperoleh manfaat dari kerjasama, tidak ada permainan yang dibuat untuk menimbulkan persaingan yang kasar.
3) Belajar emphaty (merasakan perasaan orang lain) Taraf di mana permainan berhasil mendorong kerjasama atau sikap bersahabat tergantung dari seberapa jauh mereka itu terlibat dalam peranan- peranan tersebut. Semakin pemain mengenal peranannya, semakin ia peka dan mengerti keberadaan orang lain yang menjalankan peran seperti itu.
4) Belajar tentang sistem social Seperti pada butir tiga di atas hanya ruang lingkupnya lebih luas yaitu sistem sosial atau proses sosial, seperti menirukan proses legislatif, pemilihan umum.
5) Belajar konsep Pengajaran dengan metode simulasi sangat sesuai untuk pengajaran konsep, karena dapat mengembangkan aspek kognitif.
6) Belajar menerima hukuman Siswa dapat melakukan kesalahan dalam simulasi, hal ini mungkin disebabkan kurang terampil atau keputusan yang salah. Namun melakukan kesalahan dalam simulasi adalah sesuatu hal yang wajar, karena salah satu prinsip utama dalam simulasi kelas adalah belajar dari kesalahan.
7) Belajar berpikir kritis Simulasi dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada para pemainnya, karena mereka dapat dilatih mempelajari berbagai alternatif strategi sendiri, memperkirakan strategi lawan, menganaliis kebolehan simulasi dan sebagainya. 
Prinsip-prinsip Simulasi
Agar simulasi dapat mencapai hasil yang diinginkan secara maksimal maka hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini:
1) Simulasi itu dilakukan oleh sekelompok siswa. Tiap kelompok dapat melaksanakan simulasi yang sama atau dapat juga berbeda.
2) Semua siswa harus terlibat langsung menurut peran masing-masing.
3) Penentuan topik dapat dibicarakan bersama antara guru dengan siswa dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan kelas, tingkat sekolah, dan situasi setempat. 
4) Petunjuk simulasi dapat disiapkan lebih dahulu secara terperinci, tetapi dapat pula secara garis besarnya saja tergantung dari bentuk simulasi dan tujuannya.
5) Dalam simulasi hendaknya dapat dicapai tujuan-tujuan yang menyangkut aspek kognitif (penambahan pengetahuan tentang berbagai konsep dan pengertian), aspek afektif (seperti menyenangkan, mengharukan, solidaritas, simpati, dan sebagainya), serta aspek psikomotor.
6) Harus diingat bahwa simulasi itu dimaksudkan untuk latihan keterampilan agar dapat menghadapi kenyataan dengan baik.
7) Dalam simulasi harus dapat digambarkan situasi yang lengkap dan proses yang berturut-turut yang diperkirakan terjadi dalam situasi yang sesungguhnya.
8) Dalam simulasi hendaknya dapat diusahakan terintegrasinya beberapa ilmu, serta terjadinya beberapa proses seperi akibat-akibat, problem solving dan sebagainya.
Langkah-langkah Simulasi
Menurut Ida Badariyah Almatsir, Mulyono Tjokrodikaryo (tt:22-23), kegiatan  simulasi dapat dilakukan dalam empat tahap yaitu: orientasi, latihan, simulasi (operasi), dan debriefing (diskusi). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1)      Tahap I: orientasi
·         Mengemukakan pokok bahasan dan konsep yang akan disimulasikan.
·         Menjelaskan model dan permainannya.
2)      Tahap II: latihan peserta
         Menetapkan skenario (aturan, peranan, prosedur, jenis keputusan yang akan diambil sasaran).
         Tugas-tugas peran.
         Latihan singkat.
3)      Tahap III: Pelaksanaan simulasi
         Kegiatan permainan dan pengaturannya. • Balikan dan penilaian ( dari penampilan dan pengaruh keputusan )
         Penjernihan (klarifikasi) kesalahan konsep
         Kelanjutan simulasi                        
4)      Tahap IV: Debriefing dengan peserta: Mengandung semua atau beberapa dari kegiatan-kegiatan berikut ini:
·      Ringkasan peristiwa dan persepsi
·      Kesulitan dan pemahaman
·      Analisis proses
·      Perbandingan antara kegiatan simulasi dan dunia nyata
·      Kaitan kegiatan simulasi dan materi pelajaran
·      Rancangan ulang simulasi
Oleh karena dalam simulasi siswa belajar dari pengalaman yang disimulasikan, bukan belajar dari ceramah atau pidato dari guru, maka dalam hal ini guru berperan sebagai:
1)      Informan
Guru harus menjelaskan tentang simulasi, karena siswa harus benar-benar mentaati aturan-aturan main yang sudah ditentukan, terutama bagaimana cara memulainya. Siswa harus mengetahui atau menyadari implikasi dari setiap kegiatan simulasi. Guru dalam memberi penjelasan, harus seminimal mungkin, jelas, tidak bertele-tele, dan tidak perlu diulang-ulang.
2)      Mengawasi atau mewasiti simulasi
Guru harus mengawasi keikut-sertaan siswa dalam simulasi agar dapat memperoleh manfaat sesuai yang diharapkan. Dalam hal ini guru harus bertindak sebagai wasit, yaitu memegang ketet aturan-aturan mainnya, tetapi ia sendiri tidak ikut main.
3)      Melatih siswa
Dalam melatih, guru harus bertindak sebagai penasehat supportif bukan sebagai pengkotbah atau tukang menegakkan disiplin. Misalnya guru harus memberi nasehat kepada siswanya yang meminta atau memerlukan (seperti pada siswa yang pemalu).
Kelebihan dan Kelemahan  Metode Simulasi
1)      Kelebihan Metode Simulasi:
*      Aktivitas simulasi menyenangkan siswa, sehingga siswa terdorong untuk ikut berpartisipasi.
*      Memungkinkan eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya.
*      Mengurangi hal-hal yang terlalu abstrak, sebab walaupun mengenai abstraksi tetapi dikerjakan dalam bentuk aktivitas.
*      Strategi ini menimbulkan respon yang positip dari siswa yang lamban, kurang cakap dan kurang motivasinya.
*      Simulasi menimbulkan berpikir kritis siswa, sebab mereka terlibat dalam analisis atau proses kemajuan simulasi.
2)      Kelemahan Metode Simulasi:
*      Simulasi menghendaki banyak imaginasi dari guru dan siswa.
*      Menghendaki pengelompokkan siswa yang fleksibel, begitu juga ruang kelas atau gedung yang memadai.
*      Sering mendapatkan kritikan dari orang tua siswa, karena aktivitasnya melibatkan permainan.
BAB III
PENUTUP
1.      KESIMPULAN
Dari apa yang telah kita bahas tadi dapat disimpulkan bahwa :
a.       Media adalah alat atau sarana yang digunakan sebagai perantara (medium) untuk menyampaikan pesan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
b.      Media berfungsi sebagai alat yang membantu mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Slain itu, Fungsi media dalam kegiatan belajar mengajar tidak lagi dipandang sebagai alat bantu yang digunakan apabila perlu atau sekedar selingan, tetapi sudah dipandang sebagai komponen dari sistem instruksional. Dengan kata lain bahwa media berfungsi membawa pesan/informasi atau pesan pembelajaran yang sangat dibutuhkan oleh siswa.
c.       Dalam pembelajaran IPS digunakan media yang banyak sekali macamnya. Selain itu terdapat pula cara mengklasifikasikan media pembelajaran atas dasar kategori-kategori tertentu. Karena banyaknya media pengajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS, maka seorang guru harus menguasai teknik memilih media. Dalam memilih media hendaknya memperhatikan faktor-faktor: kemampuan siswa, tujuan penggunaan, isi media, keanekaragaman media, waktu, tenaga, dan biaya.
d.      Untuk menciptakan kualitas pembelajaran yang berkualitas, guru harus menciptakan kondisi pembelajaran yang menantang, menyenangkan, mendorong eksplorasi, memberi pengalaman sukses, dan mengembangkan berpikir siswa
e.       Pembelajaran berkualitas dapat terwujud apabila guru tepat dalam memilih metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
f.       Guru dituntut untuk menguasai berbagai macam metode pembelajaran untuk menciptakan kondisi belajar yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.
g.      Efektif tidaknya suatu metode ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya tujuan, bahan, siswa, kemampuan guru, alokasi waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar