BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dewasa
ini media pendidikan memiliki peranan penting di dalam proses pembelajaran.
Dunia pendidikan menuntut penggunaan media pendidikan dari yang sederhana
sampai yang canggih. Dengan kata lain media itu tidak hanya sekedar sebagai
alat bantu, melainkan dipandang sebagai komponen penting dalam
pembelajaran. Kegiatan pembelajaran
dewasa ini telah banyak menggunakan multimedia dan mulai mengurangi penyampaian
bahan pelajaran dengan cara ceramah. Lebih-lebih pada kegiatan pembelajaran
yang menekankan keterampilan proses, maka peranan media menjadi sangat penting
.
Seiring
dengan pesatnya perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat
keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) akan membawa perubahan yaitu
bergesernya peranan guru termasuk guru IPS sebagai penyampai pesan/informai.
Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber informasi dalam pembelajaran karena
siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber, misalnya buku literatur,
TV, siaran radio, surat kabar, dan majalah, bahkan dari jaringan internet.
Masalahnya sekarang apakah guru-guru IPS, termasuk Andat sudah memanfaatkan
media sebagai sumber pembelajaran secara efektif?
Telah
terjadinya pergeseran pola sistem mengajar yaitu dari guru yang mendominasi
kelas menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran. Guru seharusnya berperan
fasilitator belajar dari pada sebagai pengajar dan tidak merupakan satu-satunya
sumber informasi. Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus
menciptakan kondisi belajar yang aktif dan kreatif. Kegiatan pembelajaran harus
menantang, menyenangkan, mendorong eksplorasi, memberi pengalaman sukses, dan
mengembangkan kecakapan berfikir siswa (Dikti.:2005).
Pembelajaran
yang berkualitas akan tercapai apabila guru menguasai teknik- teknik penyajian
materi atau metode yang tepat (Roestiyah.NK. 1989;1). Metode atau pendekatan
merupakan pelicin jalan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan metode
dan pendekatan dalam proses pembelajaran yang dipilih guru merupakan salah satu
cara meningkatkan kualitas pembelajaran.
Hal
inilah yang melatarbelakangi kami untuk menulis tugas yang berjudul “MEDIA
DAN METODE PEMBELAJARAN IPS DI SD”, sekaligus intuk memenuhi tugas
kelompok kami.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah
Pengertian Media Pembelajaran ?
2. Apakah
Fungsi Media Pembelajaran ?
3. Apa
Saja Jenis-Jenis Media Pembelajaran Berdasar Klasifikasinya ?
4. Teknik
Apakah Yang Digunakan Untuk Memilih Media Yang Tepat Dalam Pengajaran IPS Di SD
?
5. Apakah
Pengertian Metode Mengajar ?
6. Apakah
Kriteria Yang Menentukan Metode Mengajar ?
7. Macam-Macam
Metode/Pendekatan Pembejaran IPS SD ?
C.
TUJUAN
Adapun
tujuan yang hendak kita capai dalam pembelajran “MEDIA DAN METODE PEMBELAJARAN
IPS DI SD” ini kita dapat :
1) Menjelaskan
pengertian tentang media pembelajaran.
2) Menjelaskan
fungsi media dalam pengajaran IPS.
3) Menyebutkan
jenis-jenis media menurut klasifikasinya.
4) Menjelaskan
teknik memilih media dalam pengajaran IPS SD.
5) Menjelaskan
pengertian metode mengajar.
6) Menjelaskan
kriteria menentukan metode pembelajaran ips di SD.
7) Menyebutkan
macam-macam metode/pendekatan pembelajaran IPS di SD.
D.
MANFAAT
Adapun
manfaat yang akan kita peroleh setelah kita mempelajari “MEDIA DAN METODE PEMBELAJARAN IPS DI SD” ini adalah :
1. Pengertian
media pembelajaran.
2. Fungsi
media pembelajaran.
3. Jenis-jenis
media pembelajaran berdasar klasifikasinya.
4. Teknik
memilih media yang tepat dalam pengajaran IPS di SD
5. Pengertian
metode mengajar.
6. Kriteria
menentukan metode mengajar.
7. macam-macam metode/pendekatan pembejaran IPS
SD.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
MEDIA
PEMBELAJARAN IPS DI SD
A.
Pengertian
Media
Secara
harafiah kata “media” berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak
dari “medium” yang berarti perantara atau alat (sarana) untuk mencapai sesuatu.
Assosistion for Education and Communication
Technology (AECT) mendifinisikan media adalah segala bentuk yang dipergunakan
untuk suatu proses penyaluran informasi.
Sedangkan
Education Assiciation (NEA) mendefinisikan media sebagai benda yang dapat
dimanipulaksikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen
yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat
mempengaruhi efektifitas program instruksional.
Lebih
jelas lagi Koyo K dan Zulkarimen Nst. (1983) mendefinisikan media sebagai
berikut: “Media adalah sesuatu yang
dapat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan
seseorang sehingga dapat mendorong tercapainya proses belajar pada dirinya”.
Dari
tiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa media merupakan sesuatu yang
bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan
siswa, sehingga dapat terjadi proses belajar pada dirinya. Penggunaan media
secara efektif memungkinkan siswa dapat belajar lebih baik dan dapat
meningkatkan performan mereka sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Selanjutnya
Husein Achmad menyatakan bahwa media pendidikan pengertiannya identik dengan
keperagaan. Pengertian keperagaan berasal dari kata “raga” yang berarti sesuatu
benda yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan yang dapat diamati melalui indera
kita. (Husein Achmad. 1981:102).
Oemar
Hamalik menyatakan bahwa media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang
digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara
guru dan siswa dalam proses pendidikan
dan pengajaran di sekolah. (Oemar Hamalik. 1977:23).
Sedangkan
media pengajaran (Kosasih Djahiri.1978/1979:66) adalah segala alat bantu yang
dapat memperlancar keberhasilan mengajar. Alat bantu mengajar ini berfungsi
membantu efisiensi pencapaian tujuan. Oleh karena itu dalam proses belajar
mengajar, guru harus selalu menghubungkan alat bantu mengajar dengan kegiatan
mengajarnya.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud media adalah alat atau sarana
yang digunakan sebagai perantara (medium) untuk menyampaikan pesan dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses komunikasi yang
didalamnya ada unsur-unsur: sumber pesan (guru), penerima pesan (siswa), dan
pesan yaitu materi pelajaran yang diambil dari kurikulum.
Sumber pesan harus melakukan enconding, yaitu
menerjemahkan gagasan, pikiran, perasaan atau pesannya ke dalam bentuk lambang
tertentu. Lambang tersebut dapat berupa bahasa, tanda-tanda atau gambar. Dalam
melakukan enconding, guru harus memperhatikan latar belakang pengalaman
penerima pesan, agar pesan tersebut mudah diterima.
Di
lain pihak penerima pesan harus melakukan decoding, yaitu menafsirkan
lambang-lambang yang mengandung pesan. Apabila pesan/pengertian yang diterima
oleh penerima pesan (siswa) sama atau mendekati sama dengan pesan/pengertian
yang dimaksud oleh sumber pesan (guru), maka komunikasi dapat dikatakan
efektif. Media dapat membantu guru menyalurkan pesan. Semakin baik medianya,
makin kecil distorsi/gangguannya, makin baik pesan tersebut diterima siswa.
B.
Fungsi
Media
Dalam
rangka menciptakan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) serta mengembangkan
keterampilan proses pada siswa, penggunaan berbagai macam media (multimedia)
sangat membantu proses pembelajaran.
Pada
hakikatnya proses pembelajaran adalah proses komunikasi, kegiatan di kelas
merupakan tempat guru dan siswa melakukan tukar pikiran dan mengembangkan
ide-idenya. Dalam berkomunikasi sering terjadi penyimpangan- penyimpangan
sehingga komunikasi menjadi tidak efektif karena adanya kecenderungan
verbalisme, ketidaksiapan, dan kurangnya minat siswa. Salah satu usaha
mengatasinya adalah dengan menggunakan media secara terintegrasi dalam proses
pembelajaran. Hal ini disebabkan fungsi media dalam kegiatan pembelajaran
disamping sebagai penyaji stimulus informasi dan sikap, juga untuk meningkatkan
keserasian dalam penerimaan informasi. Dalam hal-hal tertentu media juga
berfungsi untuk mengatur langkah-langkah kemajuan serta memberikan umpan balik.
Dewasa
ini media tidak lagi dipandang hanya sebagai alat bantu yang digunakan jika
perlu atau sekedar selingan, melainkan dipandang sebagai komponen dari sistem
instruksional. Oleh karena itu penggunaan media harus dirancang, disiapkan,
dipilih dan disusun secara cermat sesuai dengan tujuan instruksional yang
hendak dicapai. Sebagai salah satu komponen sistem, maka media ikut
mempengaruhi bekerjanya komponen lain, dengan demikian ikut menentukan
keberhasilan proses pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa media bukan lagi
sekedar sebagai alat bantu, tetapi merupakan bagian integral dari sistem
instruksional. Maka penggunaan media dalam proses pembelajaran mutlak
diperlukan.
Penggunaan
media dalam proses pembelajaran, menurut Basyaruddin Usman dan H. Asnawir
(2002; 13-15) mempunyai nilai-nilai praktis sebagai berikut:
1.
Media
dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa.
Pengalaman
masing-masing individu sangat beragam, misalnya dua siswa yang berasal dari dua
lingkungan keluarga dan masyarakat yang berbeda akan menentukan pengalaman yang
berbeda pula. Media dapat mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut.
2.
Media
dapat mengatasi ruang kelas Di dalam kelas banyak hal yang sulit untuk dialami
langsung oleh siswa.
Misalnya
obyek yang terlalu besar atau terlalu kecil, gerakan-gerakan yang terlalu cepat
atau terlalu lambat, dan hal-hal yang terlalu komplek, semuanya dapat
diperjelas dengan menggunakan media.
3.
Media
memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan
Misalnya
mengamati, mengidentifikasi gejala fisik/lingkungan dan masalah- masalah sosial
di masyarakat.
4.
Media
menghasilkan keseragaman pengamatan
Pengamatan
yang dilakukan siswa secara bersama-sama dapat diarahkan kepada hal-hal yang
penting sesuai tujuan yang ingin dicapai.
5.
Media
dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
Penggunaan
media gambar, film model, grafik, atau bahkan benda-aslinya dapat memberikan
konsep yang benar.
6.
Media
dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru
Dengan
menggunakan media, pengalaman anak semakin luas, persepsi semakin tajam, pemahaman
konsep-konsep semakin lengkap. Dengan demikian menambah rasa ingin tahu siswa,
selanjutnya dapat menimbulkan minat baru untuk belajar.
7.
Media
dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar.
Pemasangan
gambar dengan warna yang menarik di papan tulis, mendengarkan siaran radio,
pemutaran film, semuanya itu dapat menimbulkan rangsangan untuk belajar lebih
lanjut.
8.
Media
dapat memberikan pengalaman yang integral dari sesuatu yang konkrit sampai
kepada sesuatu yang abstrak.
Pemutaran
film tentang suatu benda atau peristiwa yang tidak dapat dilihat secara
langsung oleh siswa akan memberikan gambaran secara konkrit tentang wujud,
ukuran, dan lokasi. Selain itu juga dapat pula mengarahkan kepada generalisasi
tentang arti kepercayaan dan kebudayaan.
Oleh
karena itu penggunaan media dalam pembelajaran harus dipersiapkan secara
matang. Sebelum menetapkan jenis media apa yang akan digunakan dalam proses
pembelajarannya, sebaiknya seorang guru memperhatikan hal-hal penting tentang
media pengajaran.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan oleh guru sebelum menggunakan media pengajaran adalah
sebagai berikut:
1) Penggunaan
media pengajaran hendaknya dipandang sebagai bagian yang manunggal (integrated)
dengan proses atau sistem mengajar, bukan merupakan tambahan atau ekstra yang
digunakan apabila waktu mengijinkan atau kalau waktu senggang saja. Sebab
penggunaan media pengajaran diperuntukkan mencapai tujuan tertentu.
2) Media
pengajaran hendaknya dipandang sebagai sumber dari pada data. Hal ini sangat
dibutuhkan dalam metode inkuiri, problem solving, dan diskusi.
3) Dalam
penggunaan media pengajaran guru hendaknya memahami benar hirarki (sequance)
dari pada jenis alat dan kegunaannya. Sebab sebagaimana kita Phami siswa lebih
mudah menghayati hal yang langsung dari pada hal yang tidak langsung, begitu
pula lebih mudah memahami hal-hal yang konkrit dari pada hal- hal yang abstrak.
Berdasarkan konkrit abstraknya gambar yang disajikan, kerucut Edgar Dale
menggambarkan tingkat-tingkat pengalaman sebagai berikut:
a) Pengalaman
langsung bertujuan
b) Pengalaman
tiruan
c) Pengalaman
dramatisasi
d) Demonstrasi
e) Karyawisata
f) Pameran
g) Televise
h) Gambar
hidup atau film
i)
Rekaman, radio, gambar tetap / diam;
gambar
j)
Lambang visual, seperti :bagan, grafik,
peta
k) Lambang
kata¸ seperti : membaca, mendengarkan, bicara.
4) Dalam
penggunaan media pengajaran hendaknya diuji kegunaannya, sebelum, selama, dan
sesudah penggunaannya. Artinya guru benar-benar memperhitungkan untung rugi dan
kebaikan dari penggunaan atau memilih midia tersebut.
5) Media
pengajaran akan sangat efektif dan efisien penggunaannya apabila giorganisir
secara sistematis, jadi jangan hanya asal menggunakan.
6) Penggunaan
multi media akan sangat menguntungkan dan akan memperlancar proses dan
merangsang semangat belajar siswa. Dengan multi media akan mengurangi rasa
bosan siswa dan membantu siswa memfungsikan aneka jenis inderanya, sehingga
proses belajar siswa akan lebih mudah dan mantap. (Kosasih Djahiri. 1978/1979:
66-68).
C.
Macam-macam Media dalam Pengajaran IPS
Menurut
Oemar Hamalik (1985:63) ada 4 klasifkasi media pengajaran antara lain:
1. Alat-alat
visual yang dapat dilihat, misalnya filmstrip, transparansi, micro projection,
gambar, ilustrasi, chart, grafik, poster, peta, dan globe.
2. Alat-alat
yang bersifat auditif atau hanya dapat didengar, misalnya transkripsi electris,
radio, rekaman pada tape recorder.
3. Alat-alat
yang dapat dilihat dan didengar, misalnya, film, televisi, benda-benda tiga
dimensi yang biasanya dipertunjukkan (model, bak pasir, peta elektris, koleksi
diorama).
4. Dramatisasi,
bermain peran, sosiodrama, sandiwara boneka, dan sebagainya.
Disamping itu media pengajaran juga
dapat digolongkan atas kategori- kategori:
1. Berdasarkan
atas penggunaannya, media pengajaran terdiri dari:
a. Media
yang tidak diproyeksikan (non-projected). Terdiri dari: papan tulis, gambar,
peta, globe, foto, model (mock-up), sketsa, diagram, grafik.
b. Media
yang diproyeksikan (projected). Terdiri dari: slide, filmstrip, Overhead
Proyector (OHP, Micro Projection).
2. Berdasarkan
atas gerakannya, media pengajaran terdiri dari:
a. Media
yang tidak bergerak (still). Terdiri dari: filmstrip, OHP, micro projector.
b. Media
yang bergerak (motion). Terdiri dari: film loop, TV, Vidio tape, dan
sebagainya.
3. Berdasarkan
fungsinya:
a. Visual
media, media untuk dilihat seperti, gambar, foto, bagan, skema, grafik, film,
slide.
b. Audio
media, yaitu media untuk didengarkan seperti: radio, piringan hitam, tape
recorder.
c. Hubungan
a dan b: misalnya film bicara, TV, videotape.
d. Print
media: misalnya barang-barang cetak, buku, surat kabar, majalah, buletin.
e. Dispay
media, seperti: papan tulis, papan buletin, papan flannel.
f. Pengalaman
sebenarnya dan tiruan, misalnya praktikum, permainan, karyawisata, dramatisasi,
simulasi.
D.
Jenis
– Jenis Media Dalam Pengajaran IPS
Jenis-jenis
media pengajaran yang dapat di siapkan dan dikembangkan dalam pengajaran IPS
antara lain:
1.
Media
yang tidak diproyeksikan
Jenis
media ini tidak memerlukan proyektor (alat proyeksi) untuk melihatnya. media
yang tidak diproyeksikan ini dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: gambar
diam, bahan-bahan grafis, serta model dan realita (Mukminan. 2000 :91).
a. Gambar
diam ( still- picture)
Gambar diam adalah
gambar fotografik atau menyerupai foto-grafik yang menggambarkan lokasi atau
tempat, benda-benda serta obyek-obyek tertentu. Gambar diam yang paling banyak
digunakan dalam pengajaran IPS adalah peta, gambar obyek-obyek tertentu,
misalnya: gunung, pegunungan, lereng, lembah serta benda-benda bersejarah.
b. Bahan-bahan
grafis (graphic-materials)
Bahan-bahan grafis
adalah bahan-bahan non fotografik dan bersifat dua dimensi yang dirancang
terutama untuk mengkomunikasikan suatu pesan kepada siswa (audience). Bahan
grafis ini umumnya memuat lambang- lambang verbal dan tanda- tanda visual
secara simbolis. Bahan-bahan grafis ini terdiri dari: grafik, diagram, chart,
sketsa, poster, kartun, dan komik.
c. Model
dan realita
Model adalah media yang
menyerupai benda yang sebenarnya dan bersifat tiga dimensi. Jadi benda ini
merupakan tiruan dari benda atau obyek sebenarnya yang sudah disederhanakan. Model
seperti ini banyak dipakai di sekolah-sekolah dewasa ini, misalnya: model
gunung berapi yang dibuat dari ( tanah liat, kertas atau semen ), tiruan
tentang rumah, model candi, pabrik, model tiruan bumi (globe) dan sebagainya.
Realita adalah model
dan benda yang sesungguhnya seperti: uang logam, tumbuh-tumbuhan, alat-alat,
binatang yang pada umumnya tidak dianggap sebagai visual, karena istilah visual
mengandung makna representatif (mewakili suatu benda/obyek dan bukan benda itu
sendiri).
2.
Media
visual yang diproyeksikan
Media
visual yang diproyeksikan adalah jenis media yang terdiri dari dua macam yaitu:
a.
Media
proyeksi yang tidak bergerak:
1) Slide :
Slide adalah gambar atau “image” transparant yang diberi bingkai yang diproyeksikan
dengan cahaya melalui sebuah proyektor.
2) Film strip (film rangkai)
: Pada dasarnya film stip ini sama dengan slide. Perbedaan yang prinsip: kalau
slide menyajikan gambarnya secara terpisah atau satu persatu, sedang film strip
gambar-gambar itu tidak terpisah tetapi sudah tersusun secara teratur berdasarkan sequencenya.
3) Overhead Projector (OHP)
: OHP adalah alat yang dirancang untuk menayangkan bahan yang berbentuk
lembaran trasparansi berisi tulisan, diagram, atau gambar dan diproyeksikan ke
layar yang terletak di belakang operatornya.
4) Opaque
: Media ini disebut demikian karena yang diproyeksikan bukan transparansi,
tetapi bahan-bahan sebenarnya, baik benda-benda datar atau tiga dimensi, seperti
mata uang dan model-model.
5) Micro Projection : Berguna untuk memproyeksikan
benda-benda yang terlalu kecil (yang biasanya diamati dengan microscope),
sehingga dapat diamati secara jelas oleh seluruh siswa.
b.
Media
Proyeksi yang Bergerak :
1) Film
: Sebagai media pengajaran film sangat bagus untuk menerangkan suatu proses,
gerakan, perubahan, atau pengulangan berbagai peristiwa masa lampau.
2) Film Loop (Loop-film) :
Media ini berbentuk serangkaian film ukuran 8 mm atau 16 mm yang ujung-ujungnya
saling bersambungan, sehingga dapat berputar terus berulang-ulang selama tidak
dimatikan. Karena tanpa suara (silent) maka guru harus memberi narasi
(komentar) sendiri, sementara film terus berputar.
3) Televisi
: Sebagai suatu media pendidikan, TV mempunyai beberapa kelebihan antara lain:
menarik, up to date, dan selalu siap diterima oleh anak-anak karena dapat
merupakan bagian dari kehidupan luar sekolah mereka. Sifatnya langsung dan
nyata.
4)
Video
Tape Recorder (VTR).
3.
Media
Audio
Media
audio adalah berbagai bentuk atau cara perekaman dan transmisi suara (manusia
dan suara lainnya) untuk kepentingan tujuan pembelajaran. Yang termasuk media
audio adalah:
a.
Radio
Pendidikan.
Media ini dianggap
penting dalam dunia pendidikan, sebab dapat berguna bagi semua tingkat
pendidikan. Melalui radio, orang dapat menyampaikan ide-ide baru,
kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dalam dunia pendidikan.
Dibanding media yang
lain, radio mempunyai kelebihan-kelebihan, diantaranya: daya jangkauannya cukup
luas, dalam waktu singkat, radio dapat menjangkau audience yang sangat besar
jumlahnya, dan berjauhan lokasinya. Tetapi karena sifat komunikasinya hanya
satu arah menyebabkan hasilnya sulit untuk dikontrol.
b.
Rekaman
Pendidikan.
Melalui rekaman
(recording), dapat direkam kejadian-kejadian penting, seperti: pidato, ceramah,
hasil wawancara, diskusi, dan sebagainya. Selain itu juga dapat digunakan untuk
merekam suara-suara tertentu, seperti: nyanyian, musik, suara orang atau suara
binatang tertentu yang tidak mungkin didengar langsung di ruangan kelas.
Kelebihan rekaman ini adalah “play-back” dapat dilakukan sewaktu-waktu dan
berulang-ulang, sehingga bagi guru mudah melakukan kontrol.
4.
Sistem
Multi Media.
Sistem
multi media adalah kombinasi dari media dasar audio visual dan visual yang
dipergunakan untuk tujuan pembelajaran. Jadi penggunaan secara kombinasi dua
atau lebih media pengajaran, dikenal dengan sistem multi media.
E.
Teknik
Pemilihan Media Dalam Pengajaran IPS.
John
Jarolimek mengemukakan hal-hal yang hendaknya diperhatikan oleh guru dalam
menentukan pemilihan media, yaitu:
1) Tujuan
instruksional yang akan dicapai,
2) Tingkat
usia dan kematangan anak,
3) Kemampuan
baca anak,
4) Tingkat
kesulitan dan jenis konsep pelajaran,
5) Keadaan/latar
belakang pengetahuan atau pengalaman anak.
John
U. Michaels menambahkan, jenis ragam media, jangan sampai membingungkan atau
berlebihan bagi anak. Sedangkan A. Kosasih Djahiri dalam bukunya “Studi
Sosial/IPS” menambahkan lagi beberapa kriteria lain, yaitu:
1) Keadaan
dan kemampuan ekonomi guru, sekolah, siswa, serta masyarakat.
2) Keadaan
dan kemampuan guru dalam menggunakan media.
3) Tingkat
kemanfaatannya dari pada alat tersebut dengan membandingkan satu dengan
lainnya). (A. Kosasih Djahiri. 1978/1979:68). Menurut M Basyiruddin Usman dan
H. Asnawir (2002), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih
media, antara lain: tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, ketepatgunaan,
kondisi siswa, ketersediaan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak
(software), mutu teknis, dan biaya.
Oleh karena itu beberapa pertimbangan
yang perlu diperhatikan dalam memilih media, antara lain:
1. Media
yang dipilih hendaknya selaras dan menunjang tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
2. Aspek
materi, merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media. Sesuai
tidaknya antara materi dengan media yang digunakan akan berdampak pada hasil
pembelajaran.
3. Kondisi
siswa, dari segi subyek belajar, guru harus memperhatikan betul-betul tentang
kondisi siswa dalam memilih media. Misalnya faktor umur, intelegensi, latar
belakang pendidikan, budaya, dan lingkungan anak menjadi titik perhtian dan
pertimbangan dalam memilih media.
4. Ketersediaan
media di sekolah atau memungkinkan bagi guru untuk mendesain sendiri media yang
akan dipergunakan, merupaka hal yang perlu dipertimbangkan oleh guru.
5. Media
yang dipilih hendaknya dapat menjelaskan apa yang akan disampaikan kepada siswa
secara tepat, dalam arti tujuan yang ditetapkan dapat tercapai secara optimal.
6. Biaya
yang akan dikeluarkan dalam pemanfaatan media harus seimbang dengan hasil yang
akan dicapai. Media sederhana mungkin akan lebih menguntungkan dari pada
menggunakan media canggih tetapi hasil yang dicapai tidak sebanding dengan dana
yang dikeluarkan.
2.
METODE
PENGAJARAN IPS.
A.
Pengetian
Metode Mengajar
Kata
metode berasal dari bahasa latin yaitu “methodo” yang berarti “jalan”. Dengan
demikian metode bersangkut paut dengan pemilihan jalan, arah atau pola dalam
berbuat sesuatu untuk mencapai sesuatu tujuan. Sedangkan mengajar dapat
diartikan sebagai suatu proses membawa anak didik dari suatu tingkat kecakapan
tertentu ke tingkat kecakapan yang menjadi tujuan pendidikan.
Sehubungan
dengan hal tersebut Winarno Surachmad (1976:76), menyatakan bahwa metode adalah
cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan.
Sedangkan mengajar diartikan sebagai penciptaan suatu sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar (T. Raka Joni. 1980:1).
Dengan
demikian metode mengajar adalah metode yang dipergunakan oleh seorang pengajar
untuk membawa anak didiknya ke tujuan pengajarannya (E. Kusmana. 1974:1).
Lebih
jelas lagi ditegaskan oleh Winarno Surachmad (1961), bahwa metode mengajar
adalah cara-cara pelaksanaan proses belajar mengajar, atau bagaimana teknisnya
sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid di sekolah.
Jadi,
metode adalah cara yang dianggap efisien yang digunakan oleh guru dalam
menyampaikan suatu mata pelajaran tertentu kepada siswa, agar tujuan yang telah
dirumuskan sebelumnya dalam proses kegiatan pembelajaran dapat tercapai dengan
efektif.
Makin
tepat metodenya diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan tersebut.
Tujuan adalah pedoman yang memberi petunjuk akan dibawa ke arah mana kegiatan
pembelajaran tersebut.
Sehubungan
dengan hal tersebut seorang guru dituntut untuk menguasai macam-macam metode
mengajar sehingga dapat menentukan metode apa yang paling tepat digunakan dalam
proses pembelajarannya, sehingga kecakapan dan pengetahuan yang diberikan oleh
guru betul-betul menjadi milik siswa. Menurut Ida Badariyah Almatsir ada
beberapa faktor yang ikut berperan dalam menentukan efektif tidaknya suatu
metode mengajar.
Faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Tujuan pengajaran.
2.
Bahan pengajaran.
3.
Siswa yang belajar
4.
Kemampuan guru yang mengajar
5.
Besarnya jumlah siswa.
6.
Alokasi waktu yang tersedia.
7.
Fasilitas yang tersedia.
8.
Media dan sumber
9.
Situasi pada suatu saat.
10.
Sistem evaluasi.
Begitu
juga Winarno Surahmad (1990:97) mengatakan, bahwa pemilihan dan penentuan
metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1)
Anak
Didik : Di dalam kelas guru akan menghadapi siswanya yang
mempunyai perbedaan- perbedaan; jenis kelamin, latar belakang kehidupan, status
sosial, kecerdasan, kreatifitas, dan perilakunya. Perbedaan individual siswa
tersebut akan mempengaruhi guru untuk memilih dan menentukan metode mana yang
cocok, untuk mencapai lingkungan belajar yang aktif dan kreatif, sehingga
tujuan pembelajaran tercapai susuai yang direncanakan.
2)
Tujuan
: Perumusan
tujuan sangat berpengaruh terhadap kemampuan
siswa, proses pembelajaran, dan pemilihan metode. Metode yang dipilih
guru harus sesuai dengan taraf kemampuan siswa, artinya metode harus tunduk
terhadap tujuan.
3)
Situasi
: Situasi
kegiatan pembelajaran yang diciptakan guru dari hari ke hari tidak selalu sama.
Dalam hal ini guru tentu memilih metode mengajar yang sesuai dengan yang
diciptakan. Misalnya, sesuai dengan sifat bahan dan tujuan yang akan dicapai,
maka guru menciptakan lingkungan belajar secara kelompok. Siswa dibagi menjadi
beberapa kelompok, masing-masing kelompok diberi tugas untuk memecahkan suatu
masalah.
4)
Fasilitator
: Merupakan
kelengkapan yang menunjang proses pembelajaran. Lengkap tidaknya fasilitas akan
menentukan pemilihan metode mengajar.
5)
Guru
: Latar
belakang pendidikan dan kemampuan guru akan mempengaruhi kompetensi. Kurangnya
kemampuan terhadap berbagai metode akan menjadi kendala dalam memilih dan
menentukan metode, apalagi belum mempunyai pengalaman mengajar yang memadai. Oleh
karena itu dapatlah dipahami bahwa kepribadian, latar belakang pendidikan, dan
pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi
pemilihan dan penentuan metode mengajar.
B. Kriteria Menentukan Metode
Pembelajaran
Menurut
Cheppy HC (tt;80) ada empat kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan
metode, antara lain:
1)
Tujuan
: Tujuan
merupakan landasan utama untuk menentukan metode sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan.
2)
Kebutuhan
dan minat anak : Kebutuhan individu itu berbeda-beda,
misalnya beberapa anak memerlukan pengalaman tertentu, sedang yang lain
memerlukan aktivitas tertentu pula. Sebagai guru harus mengetahui
kebutuhan-kebutuhan anak untuk menentukan rencana kegiatan pembelajaran.
3)
Cara
Penampilan Guru : Kepribadian guru dapat dilihat melaluai
penampilannya waktu mengajar. Dalam beberapa hal ia telah mengembangkan cara
mengajar yang mengesankan, di lain pihak ia memang pandai memilih metode yang
tepat, sehingga kegiatan pembelajaran menyenangkan.
Peranan guru dalam
kegiatan belajar mengajar akan tampak dalam metode yang diterapkan dalam proses
pembelajaran. Maka dari itu metode mengajar merupakan hal yang dominan, karena
meskipun materi cukup, alat-alat memenuhi syarat, kalau faktor penggunaan
metode kurang tepat, maka hasil pembelajarannya akan rendah. Menurut Husein
Akhmad, dkk (1981;58) seorang guru IPS dalam memilih metode hendaknya
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Pengajar (guru)
Seorang
guru dalam memilih metode hendaknya mempertimbangkan: pengetahuan yang
dikuasai, pengalaman mengajar, dan personalitas yang dimiliki. Personalitas
yang cocok dengan siswa akan mendorong kegiatan belajar, karena terbinanya
sarana komunikasi yang efektif.
2. Siswa
Cara-cara
yang dipilih guru hendaknya memperhitungkan lingkungan siswa dari mana ia
berasal, tingkat intelektual dan latar belakang siswa, pengalaman praktik siswa
serta lingkungan dan budaya siswa.
3. Tujuan yang akan dicapai
Tujuan
yang akan dicapai merupakan pedoman bagi guru dalam memilih bahan yang akan
disajikan dan memikirkan metode apa yang paling efektif.
4. Materi/bahan
Materi
itu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, karenanya menuntut cara mengajar
yang serasi dengan materi tersebut. Metode untuk materi yang bersifat abstrak
akan berbeda dengan metode untuk materi yang bersifat konkrit.
5. Waktu
Masalah
waktu harus diperhatikan dalam memilih metode antara lain: waktu untuk
persiapan, waktu yang tersedia untuk mengajar, waktu yang menunjukkan saat
mengajar apakah mengajar pagi hari, siang hari atau sore hari.
6. Fasilitas yang tersedia
Fasilitas
yang tersedia akan menentukan seberapa jauh orang dapat leluasa dalam memilih
metode pengajaran. Setelah guru menentukan metode yang tepat bagi suatu materi
tertentu, hendaknya metode tersebut dijadikan sebagai alat untuk menyajikan
bahan pelajaran dan sekaligus sebagai alat bantu siswa untuk mempermudah proses
belajar mengajar.
C. Macam-macam Metode/Pendekatan
Pembelajaran IPS
Tuntutan
dalam dunia pendidikan sekarang ini sudah berubah, proses pembelajaran tidak
bisa lagi hanya sekedar menstransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Guru harus
merubah paradikma tersebut dengan kegiatan pembelajaran yang aktif dan kreatif.
Sehubungan dengan hal tersebut Anita Lie (2002:4-5), menyatakan bahwa guru harus
menyusun dan melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan beberapa pokok
pemikiran antara lain:
1)
Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan
dikembangkan oleh siswa.
2)
Siswa membangun pengetahuannya secara
aktif.
3)
Guru harus berusaha mengembangkan kompetensi
dan kemampuan siswa.
4)
Pendidikan adalah interaksi pribadi di
antara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa.
Berdasar uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa guru harus menciptakan proses pembelajaran yang
mengaktifkan siswa, sehingga dapat menemukan sendiri pengetahuanya. Untuk itu
guru harus memfasilitasi dan menciptakan kondisi belajar siswa. Oleh karena itu
guru harus merencanakan pembelajaran dengan menerapkan metode atau pendekatan
pembelajaran yang aktif dan kreatif.
Dalam uraian berikut
akan diberikan gambaran atau penjelasan singkat tentang metode/pendekatan
pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam pengajaran IPS antara lain:
1. Contectual Teaching and Learning
(CTL)
Pendekatan
Contectual Teaching and Learning CTL, merupakan konsep belajar yang mengkaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Hal ini akan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Jadi
CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa
memahami makna dalam materi pelajaran yang mereka pelajari, kemudian menghubungkan dengan kontek kehidupan sehari-hari, yaitu kontek
lingkungan pribadi, sosial, dan budayanya. Tugas guru adalah membantu siswa
untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu guru harus merencanakan kegiatan
pembelajaran yang aktif untuk menemukan pengetahuan atau konsep baru.
Karakterstik
Pendekatan Pembelajaran CTL :
a)
Kerja sama.
b)
Menyenangkan.
c)
Pembelajaran terintegrasi.
d)
Menggunakan berbagai sumber.
e)
Siswa (aktif, kreatif, dan kritis), guru
(harus kreatif).
f)
Dinding kelas dan lorong-lorong penuh
dengan hasil karya siswa, misalnya peta, gambar, ceritera, puisi.
g)
Laporan kepada orang tua tidak hanya
berupa rapor, tetapi dapat berupa hasil karya siswa, misalnya laporan / tugas,
karangan.
Menurut Widyaiswara
LPMP (2005), menyatakan bahwa guru dikatakan telah menerapkan pendekatan
pembelajaran CTL apabila menempuh tujuh komponen, sebagai berikut:
a)
Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan
belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkontruk sendiri pengetahuannya.
b)
Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan
inkuiri untuk emua topik/pokok bahasan.
c)
Mengembangkan sifat ingin ahu siswa
dengan mengajukan pertanyaan.
d)
Menciptakan masyarakat belajar, misalnya
belajar dalam kelompok- kelompok.
e)
Menghadirkan model sebagai contoh
pembelajaran.
f)
Melakukan refleksi di akhir pertemuan.
g)
Melakukan penilaian yang sebenarnya
dengan berbagai cara dan seobyektif mungkin.
Unsur-unsur yang terkandung didalam CTL adalah :
I.
Konstruktivisme
(constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir
CTL bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui kontek yang terbatas (sempit) dan scara tiba-tiba.
Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep, atau akidah yang siap diambil,
melainkan manusia harus mengkontruksi pengetahuan tersebut dan memberi makna
melalui pengalaman nyata.
II.
Menemukan
(inquiry)
Menemukan merupakan inti dari CTL.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil dari
mengingat seperangkat fakta, konsep, dan kaidah, melainkan hasil dari menemukan
sendiri. Maka guru harus merancang kegiatn pembelajaran yang merujuk pada
kegiatan menemukan apapun materi/pokok bahasannya. Adapun langkah-langkah
kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut:merumuskan masalah;melakukan observasi
atau pengamatan;menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar,
laporan, bagan, tabel, dan lain-lain, dan;mengkomunikasikan hasil karya kepada
pembaca, teman sekelas, atau guru.
III.
Bertanya
(Questioning)
Bertanya
merupakan strategi utama dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL. Bagi siswa,
bertanya merupakan hal penting dalam pembelajaran berbasis inkuiri, yaitu untuk
menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan
perhatian pada aspek yang belum diketahui.
IV.
Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Masyarakat
belajar dapat terjadi jika ada proses komunikasi dua arah atau lebih. Seseorang
yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang
diperlukan oleh temannya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan
dari teman belajarnya.
V.
Pemodelan
(Modeling)
Dalam
pembelajaran, guru bukan satu-satunya model, dapat juga model didatangkan dari
luar, misalnya tokoh masyarakat, petugas kesehatan, pemadam kebakaran, polisi
lalu lintas. Model dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara sederhana
memadamkan kebakaran, dan sebagainya.
VI.
Refleksi
(Reflection)
Refleksi
adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari, atau berpikir tentang
apa yang telah dilakukan di masa yang lalu. Pengetahuan bermakna diperoleh dari
proses pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas melalui kontek pembelajaran,
dan kemudian diperluas lagi sedikit demi sedikit melalui pengalamannya.
VII.
Penilaian
yang Sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian
autentik adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberi gambaran
perkembangan belajar siswa. Perkembangan siswa perlu diketahui karena untuk
memastikan apakah siswa telah mengalami proses pembelajaran dengan benar?
Hambatan-hambatan apa yang dihadapi siswa?
Hal
yang dapat digunakan untuk penilaian, antara lain; laporan, pekerjaan rumah,
kuis, karya siswa, presentasi, demonstrasi, karya tulis, dan hasil tes tulis.
2. Cooperative Learning
Cooperative
Learning, atau sering disebut dengan kooperasi, adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang berisi serangkaian aktivitas yang diorganisasikan,
pembelajaran tersebut difokuskan pada pertukaran informasi terstruktur antar
siswa dalam kelompok yang bersifat sosial dan pembelajar bertanggungjawab atas
tugasnya masing-masing.
Falsafah
yang mendasari model pembelajaran Cooperative Learning bahwa manusia adalah
makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup manusia, tanpa kerja sama kehidupan manusia akan terganggu,
karena manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang lain.
Ada
lima prinsip untuk mencapai hasil maksimal dari pembelajaran dengan model
cooperative learning yang harus dikembangkan, antara lain:
a. Saling ketergantungan
Keberhasilan
kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk mencapai kerja
yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga semua anggota
kelompok harus menyelesaikan tugasnya masing- masing.
b. Tanggungjawab perseorangan
Tanggung
jawab perseorangan merupakan prinsip yang mempunyai keterkaitan erat dengan
prinsip saling ketergantungan positif. Siswa harus mempunyai komitmen yang kuat
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya, ia harus
mempertanggungjawabkan aktivitasnya, sehingga tidak mengganggu kinerja tim.
c. Tatap muka
Setiap
kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan
interaksi ini akan membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota, karena
hasil pemikiran kelompok akan lebih baik dari pada hasil pemikiran satu anggota
saja. Sinergi antar anggota ini akan meningkatkan sikap menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-maasing anggota.
d. Komunikasi antar anggota
Siswa
harus dibekali berbagai keterampilan berkomunikasi, karena tidak setiap siswa
mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan kelompok sangat
bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengemukakan pendapatnya.
e. Evaluasi proses kelompok.
Untuk
kepentingan evaluasi, guru harus menyediakan waktu khusus untuk mengevaluasi
kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya dalam bekerja sama
dapat lebih efektif. Evaluasi tidak harus diadakan setiap waktu ada kerja
kelompok, melainkan dapat diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali
siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative
learning.
Teknik-teknik
Pembelajaran Cooprarative Learning
a. Teknik Mencari Pasangan
Teknik
ini digunakan untuk memahami suatu konsep atau informasi tertentu yang harus
ditemukan siswa. Keunggulannya adalah siswa dapat mencari pasangan sambil
belajar menggali satu konsep atau tema dalam suasana ya ng menyenangkan. Teknik
ini dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia
anak. Adapun caranya guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep
atau topik tertentu, setiap siswa mendapat satu kartu. Kemudian setiap siswa
mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
b. Bertukar Pasangan
Teknik
ini dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain.
Teknik ini juga dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan semua tingkatan
usia anak didik. Caranya adalah, guru memberi tugas kepada siswa untuk
dikerjakan dengan pasangannya dalam (kelompok), setelah selesai setiap pasangan
bergabung dengan pasangan lain untuk berdiskusi untuk mengukuhkan jawaban. Temuan
baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada
pasangan semula.
c. Berpikir Berpasangan Berempat
Teknik
ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama
dengan siswa lain. Keunggulannya adalah optimalisasi partisipasi siswa, karena
setiap siswa dapat tampil beberapa kali untuk dikenali dan menunjukkan
partisipasinya kepada siswa lain. Teknik ini juga dapat diterapkan pada semua
mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Caranya adalah, guru membagi
siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok.
Setiap siswa mengerjakan tugas secara sendiri-sendiri, kemudian bergabung
dengan rekan lain dari anggota kelompoknya untuk berdiskusi. Setelah selesai,
kedua pasangan bergabung kembali dengan kelompoknya. Siswa mempunyai kesempatan
untuk membagikan hasil kerjanya kepada anggota kelompok berempat.
d. Keliling Kelompok
Teknik
ini dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak
didik. Dalam kegiatan keliling kelompok, masing-masing anggota kelompok
mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusinya dan mendengarkan
pandangan dan pemikiran anggota lainnya. Caranya adalah, salah satu siswa dalam
masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya
tentang tugas yang sedang mereka kerjakan. Siswa berikutnya juga ikut
memberikan kontribusinya, demikian seterusnya, giliran berbicara dapat diatur
menurut arah jarum jam atau dari kiri kekanan atau sebaliknya.
e. Jigsaw
Teknik
ini dapat digunakan untuk kegiatan pembelajaran membaca, menulis, mendengarkan,
dan berbicara. Guru memperhatikan skemata atau latar belakang siswa dan
membantu mengaktifkan siswa agar pembelajaran menjadi lebih bermakna. Siswa
saling bekerja sama dan saling membantu, mereka mempunyai banyak kesempatan
untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Teknik
ini dapat diterapkan untuk semua kelas/tingkatan dan cocok untuk mata pelajaran
Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Matematika, dan Agama.
Adapun
caranya adalah:
Ø Guru
membagi bahan /materi menjadi empat bagian.
Ø Guru
sebelum membagikan tugas kepada kelompok, hendaknya menanyakan apakah siswa
sudah mengenal/ mengetahui tentang topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini
dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa dalam menghadapai bahan/materi baru.
Ø Siswa
dibagi dalam kelompok berempat.
Ø Bagian
materi pertama diberikan kepada siswa pertama, bagian kedua diberikan kepada
siswa kedua, dan seterusnya.
Ø Siswa
disuruh membaca dan mengerjakan bagian masing-masing.
3. Metode Karyawisata
Suryobroto(1986:51)
memberi batasan karyawisata sebagai kegiatan belajar mengajar dengan
mengunjungi obyek yang sebenarnya yang ada hubungannya dengan pelajaran
tertentu.
Sedangkan
menurut Nursid Sumaatmadja (1980:113),
menyatakan bahwa karyawisata adalah suatu kunjungan ke obyek tertentu di luar
lingkungan sekolah, di bawah bimbingan guru IPS, yang bertujuan untuk mencapai
tujuan instruksional tertentu.
Sehubungan
dengan hal tersebut metode karyawisata dapat dilaksanakan dengan mengadakan perjalanan
dan kunjungan yang hanya beberapa jam saja ke tempat atau daerah yang tidak
begitu jauh dari sekolah, asalkan maksudnya memenuhi tujuan instruksional IPS.
Seorang
guru dapat menerapkan metode karyawisata dengan terarah dan sesuai dengan
tujuan instruksinalnya, apabila guru memperhatikan hal-hal seperti tersebut
dibawah ini:
a. Mengetahui
hakikat metode karyawisata.
b. Mengetahui
kelebihan dan kelemahan metode karyawisata.
c. Mengetahui
langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum pelaksanaannya.
d. Mempunyai
keterampilan memilih pokok-pokok bahasan yang cocok dikembangkan dengan metode
karyawisata.
Selain
itu guru juga harus memperhatikan keadaan siswa yang akan terlibat dalam proses
belajar mengajar, bahwa:
a.
Siswa memiliki dorongan minat dan
perhatian terhadap apa yang sedang dipelajari (sense of interest ).
b.
Siswa memiliki dorongan untuk melihat kenyataan
(sense of reality ).
c.
Siswa memiliki dorongan untuk menemukan
sendiri hal-hal yang menarik perhatiannya ( sense of discovery ).
Ketiga
hakikat naluriah yang ada pada diri siswa tersebut di atas harus mandapat
perhatian guru, untuk selanjutnya dibina dan dikembangkan pada pengajaran IPS.
Selanjutnya
melalui proses berikutnya siswa akan mampu menemukan sendiri gejala-gejala dan
masalah-masalah yang menjadi pokok bahasan di kelas pada kenyataan praktisnya
di masyarakat atau di lapangan. Proses pengembangan dan pemantapan sense of discovery inilah yang akan
membantu siswa menjadi seorang peneliti. a.
Fungsi Metode Karyawisata
1.
Mendekatkan dunia sekolah dengan
kenyataan.
2.
Mempelajari suatu konsep atau teori dengan
kenyataan dan sebaliknya.
3.
Membekali pengalaman riil pada siswa.
b. Langkah-langkah Metode Karyawisata
Untuk
mencapai keberhasilan pelaksanaan metode karyawisata, tahap-tahap
pelaksanaannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1)
Tahap persiapan Meliputi persiapan
materi atau topik karyawisata, persiapan teoritis, persiapan perlengkapan, dan
aspek-aspek lain yang menunjang pelaksanaan karyawisata.
2)
Tahap pelaksanaan karyawisata di
lapangan Jika tahap persiapan telah matang dan terperinci, maka tahap
pelaksanaan akan berjalan lancar. Tahap pelaksanaan ini secara ketat harus
tetap berlandaskan pada perencanaan, misalnya rencana dan tujuannya.
3)
Tindak lanjutnya pelaksanaan karyawisata
(setelah kembali ke tempat) Kegiatannya meliputi penyusunan dan membuat laporan
hasil karyawisata.
Kelebihan dan Kelemahan Metode
Karyawisata
Kelebihan Metode Karyawisata
i.
Siswa dapat mengamati obyek secara nyata
dan bervariasi, seperti peninggalan sejarah, pasar, pantai, pabrik, kalurahan,
kecamatan.
ii.
Siswa dapat menjawab dan memecahkan
masalah-masalah dengan cara melihat, mencoba, dan membuktikan secara langsung
suatu obyek yang dipelajari.
iii.
Siswa dapat pula mendapatkan informasi
langsung dari nara sumber ataupun dapat penjelasan langsung dari manajer
pabrik.
Kelemahan Metode Karyawisata
i.
Jika terlalu sering dilaksanakan akan
mengganggu rencana pelajaran.
ii.
Perlu pengawasan dan bimbingan guru.
iii.
Jika obyek yang akan dikunjungi terlalu
jauh letaknya, menyulitkan transportasi dan pembiayaan.
iv.
Jika pelaksanaan karyawisata terlalu
kaku sifatnya, dapat menurunkan minat siswa terhadap karyawisata, sehingga
tujuannya tidak tercapai.
4. Metode Role Playing
Metode
role playing tidak bisa lepas dari
metode sosiodrama, sebab keduanya
sama-sama dapat diterapkan dalam pengajaran IPS yang sukar dipisahkan satu sama
lainnya. Role playing adalah salah satu bentuk permainan pendidikan yang
dipakai untuk menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, nilai, dengan tujuan
menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berpikir orang lain (Husein Achmad. 1981:80).
Dengan
demikian role playing adalah merupakan suatu teknik atau cara agar para
guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan perasaan. Sedangkan sosiodrama
berarti mendramatisasikan cara tingkah laku di dalam hubungan sosial (Winarno
Surachmad. 1973:125). Atau cara mengungkapkan kehidupan dan hubungan sosial
secara keseluruhannya pada sekelompok siswa.
Tujuan
dan Manfaat Role Playing (menurut Shaftel)
i.
Agar menghayati sesuatu kejadian atau
hal yang sebenarnya dalam realita hidup.
ii.
Agar memahami apa yang menjadi sebab
dari sesuatu serta bagaimana akibatnya.
iii.
Untuk mempertajam indera dan rasa siswa
terhadap sesuatu.
iv.
Sebagai penyaluran/pelepasan ketegangan
dan perasaan-perasaan. 5) Sebagai alat mendiagnosa keadaan kemampuan siswa.
v.
Pembentukan konsep secara mandiri.
vi.
Menggali peranan-peranan dari pada
seseorang dalam suatu kehidupan kejadian/keadaan.
vii.
Membina siswa dalam kemampuan memecahkan
masalah, berfikir kritis, analisis, berkomunikasi, hidup dalam kelompok dan
lain-lain.
viii.
Melatih anak ke arah mengendalikan dan
membaharui perasaannya, cara berfikirnya, dan perbuatannya.
Langkah-langkah
Role Playing
1.Pemanasan
(pengantar serta pembahasan ceritera dari guru).
2.Memilih
siswa yang akan berperan.
3.Menyiapkan
penonton yang akan mengobservasi.
4.Mengatur
panggung/ruang
5.Permainan.
6.Diskusi
dan evaluasi.
7.Permainan
berikutnya.
8.Diskusi
lebih lanjut.
9.Generalisasi.
Masalah-masalah sosial
yang dapat dijajaki dengan metode Role Playing adalah sebagai berikut: (Max.H.Waney dalam Husein Achmad.1981:82)
a.
Masalah pertentangan antar pribadi-pribadi.
1)
Mengungkap perasaan orang-orang yang
bertentangan.
2)
Menentukan cara-cara pemecahannya.
b. Masalah hubungan antar kelompok.
Mengungkap
masalah hubungan antar suku, bangsa, kepercayaan.
c. Masalah kemelut pribadi
Kemelut
antara tekanan orang tua dan kemauannya, juga antara kelompoknya dengan
kemauannya.
d. Masalah masa lampau dan sekarang.
Hal
ini meliputi situasi yang kritis di waktu lampau dan sekarang di mana para
pejabat dan pemimpin politik menghadapi berbagai permasalahan dan harus
mengambil keputusan.
5. Metode Simulasi
Istilah
simulasi berasal dari kata simulate yang berarti pura-pura, dan simulation yang
berarti tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura. Menurut Soli Abimanyu
(1980), bahwa simulasi adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura saja.
Dengan
demikian simulasi itu dapat digunakan untuk melakukan proses- proses tingkah
laku secara imitasi. Sebagai contohnya simulasi tentang seorang pemimpin yang
otoriter, simulasi mengajar dan sebagainya.
Sebagai
metode mengajar, simulasi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperoleh
pemahaman akan hakikat dari suatu konsep, prinsip atau sesuatu keterampilan tertentu melalui proses
kegiatan atau latihan dalam situasi tiruan.
(B. Suryobroto,1986:63).
Tujuan Simulasi
Tujuan
langsung maupun tujuan tidak langsung yang ingin diperoleh dari simulasi
adalah: Menurut Sunaryo (198 :113-114)
tujuan simulasi adalah:
i.
Untuk melatih keterampilan tertentu,
baik yang bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari.
ii.
Untuk memperoleh pemahaman tentang suatu
konsep atau prinsip.
iii.
Untuk latihan memecahkan masalah.
Manfaat
Metode Simulasi
Menurut Nesbitt,
permainan simulasi yang diselenggarakan dengan baik dapat merangsang timbulnya
berbagai alur-pikiran yang dapat diteruskan dengan pengkajian-pengkajian lebih
lanjut. Sehubungan dengan hal itu, maka keterampilan dan pengetahuan siswa yang
dapat dikembangkan melalui simulasi antara lain:
1) Belajar tentang
persaingan Persaingan dan ketegangan yang timbul dalam permainan simulasi
disebabkan peserta harus mengatasi sejumlah rintangan yang sengaja dirancang
untuk permainan ini. Hal inilah yang dapat membangkitkan rasa asyik para
pemain.
2) Belajar kerjasama
Pada umumnya permainan pendidikan dirancang untuk memperoleh manfaat dari
kerjasama, tidak ada permainan yang dibuat untuk menimbulkan persaingan yang
kasar.
3) Belajar emphaty
(merasakan perasaan orang lain) Taraf di mana permainan berhasil mendorong
kerjasama atau sikap bersahabat tergantung dari seberapa jauh mereka itu
terlibat dalam peranan- peranan tersebut. Semakin pemain mengenal peranannya,
semakin ia peka dan mengerti keberadaan orang lain yang menjalankan peran
seperti itu.
4) Belajar tentang
sistem social Seperti pada butir tiga di atas hanya ruang lingkupnya lebih luas
yaitu sistem sosial atau proses sosial, seperti menirukan proses legislatif,
pemilihan umum.
5) Belajar konsep
Pengajaran dengan metode simulasi sangat sesuai untuk pengajaran konsep, karena
dapat mengembangkan aspek kognitif.
6) Belajar menerima
hukuman Siswa dapat melakukan kesalahan dalam simulasi, hal ini mungkin disebabkan
kurang terampil atau keputusan yang salah. Namun melakukan kesalahan dalam
simulasi adalah sesuatu hal yang wajar, karena salah satu prinsip utama dalam
simulasi kelas adalah belajar dari kesalahan.
7) Belajar berpikir
kritis Simulasi dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada para
pemainnya, karena mereka dapat dilatih mempelajari berbagai alternatif strategi
sendiri, memperkirakan strategi lawan, menganaliis kebolehan simulasi dan
sebagainya.
Prinsip-prinsip
Simulasi
Agar simulasi dapat
mencapai hasil yang diinginkan secara maksimal maka hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip
berikut ini:
1) Simulasi itu
dilakukan oleh sekelompok siswa. Tiap kelompok dapat melaksanakan simulasi yang
sama atau dapat juga berbeda.
2) Semua siswa harus
terlibat langsung menurut peran masing-masing.
3) Penentuan topik
dapat dibicarakan bersama antara guru dengan siswa dan disesuaikan dengan
tingkat kemampuan kelas, tingkat sekolah, dan situasi setempat.
4) Petunjuk simulasi
dapat disiapkan lebih dahulu secara terperinci, tetapi dapat pula secara garis
besarnya saja tergantung dari bentuk simulasi dan tujuannya.
5) Dalam simulasi
hendaknya dapat dicapai tujuan-tujuan yang menyangkut aspek kognitif
(penambahan pengetahuan tentang berbagai konsep dan pengertian), aspek afektif
(seperti menyenangkan, mengharukan, solidaritas, simpati, dan sebagainya),
serta aspek psikomotor.
6) Harus diingat bahwa
simulasi itu dimaksudkan untuk latihan keterampilan agar dapat menghadapi
kenyataan dengan baik.
7) Dalam simulasi harus
dapat digambarkan situasi yang lengkap dan proses yang berturut-turut yang
diperkirakan terjadi dalam situasi yang sesungguhnya.
8) Dalam simulasi
hendaknya dapat diusahakan terintegrasinya beberapa ilmu, serta terjadinya
beberapa proses seperi akibat-akibat, problem solving dan sebagainya.
Langkah-langkah
Simulasi
Menurut Ida Badariyah
Almatsir, Mulyono Tjokrodikaryo (tt:22-23), kegiatan simulasi dapat dilakukan dalam empat tahap
yaitu: orientasi, latihan, simulasi (operasi), dan debriefing (diskusi). Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut:
1)
Tahap I: orientasi
·
Mengemukakan pokok bahasan dan konsep
yang akan disimulasikan.
·
Menjelaskan model dan permainannya.
2)
Tahap II: latihan peserta
•
Menetapkan skenario (aturan, peranan,
prosedur, jenis keputusan yang akan diambil sasaran).
•
Tugas-tugas peran.
•
Latihan singkat.
3)
Tahap III: Pelaksanaan simulasi
•
Kegiatan permainan dan pengaturannya. •
Balikan dan penilaian ( dari penampilan dan pengaruh keputusan )
•
Penjernihan (klarifikasi) kesalahan
konsep
•
Kelanjutan simulasi
4)
Tahap IV: Debriefing dengan peserta:
Mengandung semua atau beberapa dari kegiatan-kegiatan berikut ini:
·
Ringkasan peristiwa dan persepsi
·
Kesulitan dan pemahaman
·
Analisis proses
·
Perbandingan antara kegiatan simulasi
dan dunia nyata
·
Kaitan kegiatan simulasi dan materi
pelajaran
·
Rancangan ulang simulasi
Oleh karena dalam
simulasi siswa belajar dari pengalaman yang disimulasikan, bukan belajar dari
ceramah atau pidato dari guru, maka dalam hal ini guru berperan sebagai:
1) Informan
Guru
harus menjelaskan tentang simulasi, karena siswa harus benar-benar mentaati
aturan-aturan main yang sudah ditentukan, terutama bagaimana cara memulainya. Siswa
harus mengetahui atau menyadari implikasi dari setiap kegiatan simulasi. Guru
dalam memberi penjelasan, harus seminimal mungkin, jelas, tidak bertele-tele,
dan tidak perlu diulang-ulang.
2) Mengawasi atau mewasiti simulasi
Guru
harus mengawasi keikut-sertaan siswa dalam simulasi agar dapat memperoleh
manfaat sesuai yang diharapkan. Dalam hal ini guru harus bertindak sebagai
wasit, yaitu memegang ketet aturan-aturan mainnya, tetapi ia sendiri tidak ikut
main.
3) Melatih siswa
Dalam melatih,
guru harus bertindak sebagai penasehat supportif bukan sebagai pengkotbah atau
tukang menegakkan disiplin. Misalnya guru harus memberi nasehat kepada siswanya
yang meminta atau memerlukan (seperti pada siswa yang pemalu).
Kelebihan
dan Kelemahan Metode Simulasi
1)
Kelebihan Metode Simulasi:
Aktivitas simulasi menyenangkan siswa,
sehingga siswa terdorong untuk ikut berpartisipasi.
Memungkinkan eksperimen berlangsung
tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya.
Mengurangi hal-hal yang terlalu abstrak,
sebab walaupun mengenai abstraksi tetapi dikerjakan dalam bentuk aktivitas.
Strategi ini menimbulkan respon yang
positip dari siswa yang lamban, kurang cakap dan kurang motivasinya.
Simulasi menimbulkan berpikir kritis
siswa, sebab mereka terlibat dalam analisis atau proses kemajuan simulasi.
2)
Kelemahan Metode Simulasi:
Simulasi menghendaki banyak imaginasi
dari guru dan siswa.
Menghendaki pengelompokkan siswa yang
fleksibel, begitu juga ruang kelas atau gedung yang memadai.
Sering mendapatkan kritikan dari orang
tua siswa, karena aktivitasnya melibatkan permainan.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dari
apa yang telah kita bahas tadi dapat disimpulkan bahwa :
a.
Media adalah alat atau sarana yang
digunakan sebagai perantara (medium) untuk menyampaikan pesan dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
b.
Media berfungsi sebagai alat yang
membantu mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Slain itu, Fungsi media dalam
kegiatan belajar mengajar tidak lagi dipandang sebagai alat bantu yang
digunakan apabila perlu atau sekedar selingan, tetapi sudah dipandang sebagai
komponen dari sistem instruksional. Dengan kata lain bahwa media berfungsi
membawa pesan/informasi atau pesan pembelajaran yang sangat dibutuhkan oleh
siswa.
c.
Dalam pembelajaran IPS digunakan media
yang banyak sekali macamnya. Selain itu terdapat pula cara mengklasifikasikan
media pembelajaran atas dasar kategori-kategori tertentu. Karena banyaknya media
pengajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS, maka seorang guru harus
menguasai teknik memilih media. Dalam memilih media hendaknya memperhatikan
faktor-faktor: kemampuan siswa, tujuan penggunaan, isi media, keanekaragaman
media, waktu, tenaga, dan biaya.
d.
Untuk menciptakan kualitas pembelajaran
yang berkualitas, guru harus menciptakan kondisi pembelajaran yang menantang,
menyenangkan, mendorong eksplorasi, memberi pengalaman sukses, dan mengembangkan
berpikir siswa
e.
Pembelajaran berkualitas dapat terwujud
apabila guru tepat dalam memilih metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
f.
Guru dituntut untuk menguasai berbagai
macam metode pembelajaran untuk menciptakan kondisi belajar yang aktif,
kreatif, dan menyenangkan.
g.
Efektif tidaknya suatu metode ditentukan
oleh banyak faktor, diantaranya tujuan, bahan, siswa, kemampuan guru, alokasi
waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar